皈依要事師
Banyak orang merasa sangat heran, nama Dharma Maha Guru Lu Sheng-yen adalah Lian Sheng, sedangkan nama Dharma siswa-siswa-Nya diawali dengan kata "Lian". Bukankah ini sangat aneh? Menurut tradisi pada umumnya, nama Dharma Sang Guru memiliki kata depan yang berbeda dengan nama Dharma sang siswa, misalnya Guru saya adalah Bhiksu Yin Shun, sedangkan nama Dharma saya adalah Hui Yan. Ketika saya berguru pada Bhiksu Le Guo, nama Dharma saya adalah Dao Yan, dan lain sebagainya.
Sesungguhnya, saya menyamakan nama Dharma saya dengan siswa saya, alasannya ada 3:
Pertama, tingkat keberhasilan yang sama. Saya berharap tingkat keberhasilan sadhana semua siswa saya sama dengan saya, semuanya dapat menyeberang ke dunia kolam teratai.
Kedua, prinsip persamaan. Saya tidak membuat nama Dharma saya berbeda dengan nama Dharma siswa-siswa saya, siswa-siswa saya tidak berbeda dengan saya, kita adalah penyatuan dari Tri Ratna, supaya bisa lebih dekat lagi, Dharma dari Maha Guru langsung diturunkan kepada siswa-Nya, semuanya mencicipi manfaat Dharma, baik siswa yang dekat maupun yang jauh, sama-sama mendapatkan manfaat Dharma.
Ketiga, guru-siswa adalah satu keluarga. Pada dasarnya saya sudah mempunyai konsep bahwa bila sang siswa memperoleh Dharma yang agung dalam sadhananya, kadang-kadang bisa menonjol bahkan melebihi, saya berharap sadhana setiap siswa-siswa saya dapat mengungguli diri saya, oleh karena itu saya menyamakan nama Dharma siswa-siswa saya dengan saya, berarti guru dan siswa adalah satu keluarga, juga berarti bisa lebih dekat.
Di saat yang bersamaan, saya Sang Maha Guru ini, sama sekali tidak ada profil sebagai Maha Guru, apapun terserah. Sementara beberapa siswa-siswa Saya menganggap saya, Sang Guru ini seperti layaknya teman, apapun terserah, tidak bisa dibedakan mana sang Guru, mana sang siswa. Saya juga tidak punya wibawa apa-apa, juga tidak menurunkan perintah, semuanya terserah, begitulah saya sang Guru ini.
Namun, sikap saya terhadap Guru saya sendiri, justru berbeda, begitu bertemu Guru saya, saya pasti memandang-Nya sebagai layaknya Buddha, kedua kaki saya langsung bersujud, kepala menyentuh lantai, kedua tangan diulurkan, langsung melalukan maha namaskara, saya menghormati Guru saya berdasarkan tata krama seorang siswa, di saat bersamaan, bila Guru berada di dekat saya, saya langsung memberikan sendiri persembahan kepada Guru saya, kalau Guru berada di tempat yang jauh, saya tetap mengirim persembahan kepada Guru saya lewat pos. Inilah tata krama saya sendiri dalam mengabdi pada Guru saya.
Terhadap Guru saya, saya selalu mengenang, sehari menjadi guru, seumur hidup adalah guru, setiap kali melakukan ritual pagi dan malam, itulah saatnya saya mengenang Guru saya, saya juga sangat menghargai Dharma yang diwariskan oleh Guru saya.
Buddha Dharma itu sendiri sangat mementingkan tata krama, oleh karena itu di dalam Gatha Parinamana dan Prasetya Asvagosha Bodhisattva terdapat "Gurupancasika", inilah tata krama siswa dalam menghormati Sang Guru. Saya menuliskannya karena saya merasa yang bisa menjalankan, usahakanlah untuk menjalankannya, kalau yang tidak sanggup menjalankan, terserah jodoh saja, marilah kita simak apa yang tersebut di dalam "Gurupancasika". Bagaimana seorang siswa yang telah bersarana baru dianggap sesuai dengan kriteria sebagai seorang siswa.
Penjelasan dari "Gurupancasika" adalah sebagai berikut: (kitab ini diperoleh dari vihara pusatnya)
Pengarang asli: Asvagosha Bodhisattva
Dijelaskan oleh: Acharya Pu-fang
Ditulis oleh: Yuan-kou. Penjelasan naskah ini adalah usul dari penulis.
1. Seorang siswa harus mengingat Guru dan melakukan Namaskara kepada Guru 3 kali setiap harinya (pagi, siang, senja). Dengan rasa hormat seperti kepada Sang Buddha.
2. Berdana bunga ke altar, melakukan Maha Namaskara kepada Guru.
3. Guru yang seorang bhiksu maupun yang bukan, atau yang baru menerima sila lengkap, jika berada di hadapan rupang, atau kitab suci, harus diberikan penghormatan, jangan mencurigainya dan mempunyai pikiran jahat.
4. Melaksanakan tugas yang diberikan Guru dengan setulus hati, memahami sopan santun yang selalu memberikan tempat utama kepada Guru.
5. Teliti terlebih dahulu sebelum berguru, apakah cocok sebagai guru bimbingan. Seorang gurupun harus memperhatikan calon siswa, apakah mampu dibina, apabila tidak, sama-sama melanggar sila, yaitu meremehkan sila.
6. Mudah emosi, tidak memiliki welas asih, serakah dan suka kemewahan, sombong dan suka memuji diri sendiri, untuk guru yang seperti ini, kita tidak perlu berlindung kepadanya, maka sebelum berlindung seharusnya memahami sifat dan kebiasaaan Guru dengan jelas.
7. Memiliki Metta Karuna, Bijaksana serta mentaati sila, bisa menjaga kehormatan diri sendiri, tidak memihak dan jujur, mengerti semua Dharma, demikianlah seharusnya seorang guru yang baik. Oleh karena itu harus meneliti sebelum berguru.
8. Mengerti semua Dharma, serta telah mencapai Dasa Bhumi Bodhisattva, tidak ternoda oleh ke-enam indra, serta tidak memiliki kilesa, demikianlah seharusnya seorang Guru yang baik.
9. Seorang siswa (yang meminta Dharma) tidak boleh menfitnah Guru, karena menfitnah Guru bagaikan menfitnah Sang Buddha, pasti berakibat penderitaan.
10. Menfitnah Guru adalah tindakan yang sangat bodoh, karena segera akan menerima akibatnya, yaitu makhluk halus akan merasuki dirinya, pasti menderita sakit sehingga tidak dapat bebas.
11. Menfitnah Guru juga bisa melanggar hukum duniawi, terluka oleh racun, terkena bencana banjir, kebakaran, perampokan, segala makhluk halus memberikan malapetaka.
12. Menfitnah Guru akan mendatangkan rintangan dari makhluk halus, setelah meninggal masuk ke alam samsara, yaitu alam neraka, alam preta (setan kelaparan), dan alam binatang.
13. Seorang siswa bila melaksanakan tugas dari Guru, jangan menyulitkan Guru (menambah keruwetan). Kalau menyimpang dari petunjuk Guru bahkan menghianati Guru akan masuk ke neraka Avici.
14. Neraka Avici adalah neraka yang paling sengsara, karena menfitnah Guru, bisa berakibat begitu menakutkan, dengan penderitaan yang tiada habisnya.
15. Seorang siswa harus membantu Guru yang menyebarkan Dharma yang benar dengan setulus hati, bila ada niat meremehkan sama dengan melanggar sila-sila yang tersebut di atas.
16. Sepenuh hati berdana kepada Guru, menghormati Guru, karena dengan pemberkatan dari Guru baru dapat melenyapkan rintangan dan kilesa.
17. Seorang Tantrika, nyawapun bersedia dikorbankan apalagi hanya harta benda, oleh karena itu, orang yang suka memberi persembahan dengan rela adalah orang yang memiliki kesejahteraan (kebahagiaan)
18. Seorang pelaksana bila belum menjumpai seorang Guru, maka tidak akan dapat mencapai kebuddhaan, oleh karena itu, keberhasilan seorang pelaksana adalah berkat jasa dan anugerah dari Guru.
19. Melayani Guru adalah tekad awal seorang siswa yang sama pentingnya dengan memberikan persembahan kepada Sang Buddha.
20. Guru juga mewakili Tri Ratna, oleh karena itu memberikan persembahan yang terbaik kepada Guru akan mendapat pahala yang tiada taranya.
21. Memberikan persembahan kepada Guru dan Sang Buddha adalah ladang jasa yang terbaik, sehingga mempercepat pencapaian kebodhian.
22. Menghormati Guru secara tulus, penuh kesabaran, jujur, pasti memperoleh kebijaksanaan berasal dari Sang Buddha.
23. Jangan menginjak bayangan Guru, dan jangan duduk di ranjang Guru, serta jangan menggunakan peralatan yang sering dipakai Guru, semua ini termasuk sila.
24. Dengan senang hati menerima ajaran Guru, kalau tidak sanggup boleh menyampaikan alasannya secara baik-baik.
25. Karena diajarkan Guru, siswa baru dapat mencapai keberhasilan, maka Guru adalah ladang jasa yang terbaik, oleh karena itu seorang siswa jangan melanggar perintah Guru.
26. Menjaga harta benda Guru sama seperti jiwa sendiri dan tidak boleh pemborosan. Menghormati orang yang dihormati Guru dan menghormati sanak saudaranya serta jangan meremehkannya.
27. Di hadapan Guru harus berpenampilan rapi, tidak boleh ada tingkah laku yang aneh-aneh dan kurang sopan seperti mengangkat kaki, bertolak pinggang.
28. Penampilan siswa Sang Buddha harus rapi, saat duduk kaki tidak boleh dilonjorkan, bila Guru berdiri harus segera ikut berdiri.
29. Jalan yang akan dilalui Guru, siswa sebaiknya berdiri di samping, dan dengan hormat menyambut dan mengantarnya. Bila Guru batuk, membuang ingus, juga tidak boleh merasa jijik.
30. Di hadapan Guru tidak boleh berbisik-bisik, semua tindakan yang kurang sopan, harus dihilangkan.
31. Sikap menerima petunjuk dari Guru harus tenang dan menghormati. Saat berjalan di jalanan yang agak berbahaya, siswa seharusnya berjalan di depan.
32. Di hadapan Guru harus bersemangat, tidak lesu. Gerakan yang kurang penting harus dihilangkan, jangan menyandarkan tubuh ke dinding.
33. Sewaktu mencuci pakaian, mandi dan mencuci kaki, sebaiknya memberitahukan Guru, agar tidak terlihat Guru.
34. Tidak boleh menyebut nama Guru sesukanya, bila ada yang bertanya sebaiknya menyebutkan gelarnya.
35. Siap menerima tugas dari Guru, dan selalu mengingat tugas yang diberikan Guru, serta berusaha menyelesaikannya dengan baik.
36. Menutupi mulut dengan tangan apabila ingin tertawa, bersin, batuk. Jika ingin berbicara harus memberi hormat terlebih dahulu.
37. Bila kaum wanita mendengarkan ceramah Dharma, harus berpenampilan rapi, tangan beranjali dan penuh perhatian.
38. Guru mengajarkan Dharma, kaum wanita haru menjalankan dengan cermat, tidak boleh angkuh, mempelajari Dharma dengan sikap bagaikan pengantin wanita yang menundukkan kepala.
39. Kaum wanita belajar Dharma harus bisa menjauhi sikap memamerkan diri dan tidak melekat kepada perhiasan. Segala macam hal yang tidak atau kurang baik harus dijauhi.
40. Belajar budi pekerti Sang Guru, bila Guru melakukan kesalahan kecil, jangan disebarluaskan. Belajar menuruti kehendak Sang Guru baru bisa memperoleh hasil. Kalau selalu membesar-besarkan kesalahan Sang Guru, akan membuat siswa sendiri tidak bisa maju, serta dapat mencelakakan siswa sendiri karena telah meremehkan Sang Guru.
41. Semua masalah yang berkaitan dengan Dharma harus ikuti petunjuk dari Guru, jika tidak memperoleh petunjuk dari Sang Guru, tidak boleh melakukannya.
42. Dana Paramita dari pembabaran Dharma seharusnya diperuntukkan untuk Sang Guru, bila ingin menggunakannya harus memperoleh izin dari Sang Guru.
43. Silsilah Sang Guru harus dijaga, antara sesama siswa tidak diperbolehkan saling mengangkat sesama siswa sebagai Guru, ini adalah silsilah.
44. Memberikan barang kepada Sang Guru harus memberikan dengan dua tangan. Apabila menerima sesuatu dari Sang Guru, juga harus menerima dengan kedua tangan yang melebihi kepala.
45. Siswa Sang Buddha harus belajar dengan sepenuh hati dan terus-menerus, yang tidak sesuai sila jangan dijalankan. Tidak boleh secara sengaja mencari-cari kesalahan Sang Guru.
46. Ajaran Sang Guru harus dilaksanakan semuanya, bila tidak dapat melaksanakan karena sakit, harus dijelaskan secara baik, sehingga tidak melanggar sila.
47. Semua tindakan harus selalu membuat Sang Guru gembira, dengan rajin membantu Sang Guru mengatasi masalah yang sulit. Berdana dan melayani Sang Guru dengan hormat dan rajin. Banyak cara untuk melayani Sang Guru, sehingga tidak dapat disebutkan semua.
48. Demikianlah Sabda Sang Buddha :"Berlindung kepada Guru, akan mendapatkan keberhasilan yang besar."
49. Bagi siswa yang baru berlindung, diharuskan membaca "Gurupancasika" agar tidak melanggar sila.
50. Setelah siswa menerima abhiseka perlindungan, kemudian diberikan pelajaran Tantra agar menjadi sadhana yang benar, juga harus mengajari "14 Sila Pokok Tantrayana", agar semua siswa baru dapat menjalankan semua sila dan menjadi pelaksana Vajrayana yang baik.
"Gurupancasika" ini adalah aturan yang harus dilaksanakan oleh semua Tantrika. Setelah saya memahami "Tata Krama Mengabdi pada Guru" ini, berusaha semaksimal mungkin mematuhinya, melayani dan berdana kepada Guru saya sendiri. Karena semua Dharma Tantra yang saya pelajari, kalau tanpa pewarisan dari Guru saya, bagaimana saya bisa mencapai kesempurnaan dalam sadhana?
Saat ini siswa saya bertambah banyak, di Seattle, panji Dharma telah ditingkatkan agar lebih sempurna. Diharapkan para siswa di seluruh dunia, bersama-sama mempelajari "Gurupancasika" ini, menghormati Sang Guru dan saudara se-Dharma, serta jangan sengaja melanggarnya, meski saya mengikuti kehendak siswa, tetapi Vajra Pelindung Dharma (Dharmapala) yang mengawasi dan melindungi siang dan malam. Barangsiapa yang sengaja melanggarnya, akan mendapatkan akibat buruk, saat itu, bahkan sayapun tidak dapat menolongnya.
(Sumber: Buku Lu Sheng-yen "Sadhaka Seattle" hal.91)
Rabu, 26 Oktober 2011
Tiga Jenis Tubuh Ilusi dalam Melatih Diri
(Ceramah Y.M. Buddha Hidup Lian Sheng pada tanggal 18 November 2006 usai Upacara Pertobatan Bhaisajyaguru Buddha di Vihara Ling Shen Ching Tze Seattle)
Malam ini, kita telah mendengarkan Acarya De-hui bercerita tentang sebab dan kondisinya. Dulu, sewaktu saya memberikannya nama Dharma, pernah terlintas dalam benak saya untuk memberikannya nama Dharma yang terdiri dari dua kata, namun, begitu teringat kata ‘De-hui’, saya merasa kedua kata ini sangat bagus, yang berarti moral dan kecemerlangan. Jadi, saya tidak mengubahnya, langsung menjadikan ‘De-hui’ sebagai nama Dharmanya, ia selamanya memiliki moral dan kecemerlangan. Jadi, nama Dharmanya bukan terdiri dari dua kata, melainkan empat kata – Lian-hua De-hui, ini adalah salah satu keistimewaannya. Dulu, nama Dharma dari Y.M. Xu-yun adalah De-qing, moral yang bersih, sebab dengan moral yang bersih, seseorang baru akan menghasilkan kecemerlangan, jadi saya pikir De-qing dan De-hui adalah nama yang sangat bagus.
Kita terima kasih sekali kepada Acarya De-hui yang telah berkenan menjabat sebagai ketua Vihara Ling Shen Ching Tze Seattle, sekarang sudah berapa tahun Anda menjabat? (Acarya menjawab: 8 tahun) Wah! Delapan tahun. Kita berharap ia terus menjabat. (Hadirin tepuk tangan meriah) Mengapa? Karena tadi ia mengucapkan sepatah kalimat, "Lagipula tidak ada yang menjabat, jadi saya pun menjabat." (Mahaguru tertawa) (Hadirin terbahak) Jadi, kita tetap meminta Beliau terus menjabat.
Sudah hampir 6 tahun Mahaguru menyepi. Sebelum benar-benar pergi ke Tahiti, sudah hampir setahun saya menyepi. Pada waktu itu, saya hanya mengadakan sebuah upacara Kalachakra di Hong Kong. Lalu, saya menyepi lagi selama 5 setengah tahun. Dan selama itu, Vihara Ling Shen Ching Tze Seattle diketuai dan dipimpin oleh Acarya De-hui. Tentu saja, ini adalah masa-masa tersulit baginya untuk mengatur vihara ini, ia menghadapi banyak kesulitan dan banyak tugas yang sulit dijalankan. Kita semua mengerti semua kesulitannya. Namun, Acarya De-hui dapat melewati semua ini saja sudah sangat tidak mudah. (Hadirin tepuk tangan meriah) Inilah yang disebut dengan mampu menjalankan apa yang sulit dijalankan, mampu bersabar dari apa yang sulit untuk bersabar.
Tadi ia sempat mengatakan bahwa sejak ia bersarana hingga menjadi bhiksu, lalu menjadi acarya, serta menjabat sebagai ketua Vihara Ling Shen Ching Tze Seattle, ia bahkan tidak tahu siapa dirinya, dan apa yang telah dilakukannya. Ini luar biasa sekali. (Hadirin tepuk tangan meriah) Mengapa sangat luar biasa? Sebab, inilah bukti bahwa ia telah mencapai ‘tubuh ilusi’. Ia tidak mengenal siapa dirinya, berarti dirinya telah mencapai ‘tubuh ilusi’. Sesungguhnya, alam semesta yang tidak terbatas luasnya juga bukan alam semesta! Tubuh Anda juga bukan milik Anda! Sebab, tubuh kita pada dasarnya adalah sebuah ‘tubuh ilusi’ yang merupakan perpaduan dari 4 unsur palsu.
Di dalam ajaran Tantra terdapat istilah tiga jenis ‘tubuh ilusi’, ‘tubuh ilusi’ pertama adalah ‘tubuh ilusi kasar’. Diri kita yang kita lihat sewaktu kita sedang bercermin adalah ‘tubuh ilusi kasar’. Tubuh ini kasar atau kasat mata, bukan hanya bisa dilihat oleh kita sendiri, bahkan setiap orang pun bisa melihatnya. Sang Buddha menyebutnya dengan istilah Nirmanakaya.
Di dalam tradisi Tantra, kita mengetahui tiga jenis tubuh yang terdiri dari Dharmakaya, Sambhogakaya, dan Nirmanakaya. Setiap orang harus ingat, bahwa kita tidak hanya memiliki sebuah ‘tubuh ilusi kasar’ saja, kita masih memiliki sebuah ‘tubuh halus’, itulah Sambhogakaya. Setelah Anda mencapai ‘tubuh halus’ dalam bersadhana, Anda boleh melihat sekuntum teratai, dan di atasnya terdapat sebuah cahaya sebesar jari kelingking, inilah Sambhogakaya Anda, juga disebut sebagai ‘tubuh ilusi halus’.
Sementara Dharmakaya itu tidak berwujud, tidak ada manusia yang mampu melihatnya. Lalu, siapa yang bisa melihatnya? Hanya sesama Buddha yang mampu melihatnya. Itulah yang disebut ‘tubuh ilusi terhalus’, dalam Agama Buddha disebut sebagai Dharmakaya. Anda semua harus memahami bahwa ketika sadhaka menekuni Sadhana Kalachakra, sadhaka harus tahu bahwa dirinya adalah sebuah ‘tubuh ilusi’. Dari luar, yang sadhaka lihat adalah ‘tubuh ilusi kasar’; setelah bersih, sadhaka pun menjadi ‘tubuh ilusi halus’ atau Sambhogakaya; terakhir, setelah sadhaka memperoleh keberhasilan, Anda pun menjadi Buddha Dharmakaya atau ‘tubuh ilusi terhalus’. Pada saat itu, hanya sesama Buddha yang mampu melihatnya. Bahkan Sambhogakaya pun belum tentu dapat kita lihat, sebab Anda belum mencapai keberhasilan dalam sadhana Anda, asalkan Anda mencapai keberhasilan dalam sadhana Anda, Anda pun mampu melihatnya.
Dulu ketika Yaochi Jinmu membuka mata batin saya, Beliau membawa saya melihat Padmakumara. Waktu itu, saya pun melihat Padmakumara dalam wujud sebuah cahaya yang cemerlang di atas teratai. Jadi, yang saya lihat adalah Sambhogakaya. Saya pernah mengatakan bahwa di dalam suatu kitab Sutra pernah menyebutkan tentang Padmakumara, namun, semua yang ada di dalam Goa ke-314 dari Goa Dunhuang adalah Padmakumara. Ketika kalian pergi berkunjung, kalian tinggal minta tolong mereka untuk mengantarkan kalian berkunjung ke Goa ke-314, kalian pun akan melihat Padmakumara memenuhi seluruh ruangan goa batu, Padmakumara tersebut adalah tingkatan Sambhogakaya Buddha, mereka menjelma dan terlukis di seluruh ukiran batu dan tembok.
Tujuan kita melatih diri adalah melatih ‘tubuh ilusi’ kita. Hari ini kita mengadakan pembersihan dan pertobatan Bhaisajyaguru Buddha, tujuannya untuk melatih kebersihan. Setelah Anda membaca kitab pertobatan, Anda akan tahu apa yang telah Anda lakukan. Namun, asalkan Anda bertobat, Anda pun menjadi bersih, bagaikan sebuah mangkuk, banyak ampas tertinggal di dalamnya, begitu Anda membersihkannya dengan air bersih, mangkuk pun menjadi bersih. Tujuan pertobatan adalah membersihkan semua yang pernah kita lakukan pada masa silam. Jadi, hari ini, boleh dikatakan bahwa kita telah ‘De-qing’, moral telah bersih, bahkan kita pun telah ‘De-hui’, moral telah memancarkan kecemerlangan. Asalkan membuktikan ‘tubuh ilusi’, sekali bercahaya, Anda pun mencapai keberhasilan.
Di dalam ajaran Tantra terdapat istilah Enam Yoga Naropa, di dalamnya terdapat Sadhana Cahaya Ilusi yang bertujuan untuk melatih ‘tubuh ilusi’ kita. Acarya De-hui tidak kenal siapa dirinya, dan begitu pula dengan saya, tidak mengenal lagi siapa diri saya. Setiap orang pun tidak mengenal siapa dirinya, namun, mengapa hidup di dunia ini? Lantas ke manakah Anda nanti setelah Anda lanjut usia kemudian meninggal dunia atau parinirvana? Di dalam proses hidup dan mati ini, sebenarnya apa yang telah Anda lakukan? Saya pernah memberi contoh misalnya menimba ilmu, sejak anak-anak sampai kita mulai tumbuh dewasa, kita pun mulai menimba ilmu; setelah selesai menimba ilmu, kita pun mulai berkarir; setelah berkarir dan mempunyai sedikit tabungan, lalu, kita pun menikah, setelah menikah, kita pun melahirkan dan membesarkan anak-anak; ketika Anda melihat anak-anak tumbuh dewasa, mereka mengulangi apa yang pernah Anda lakukan, lalu apa yang masih Anda lakukan?
Acarya De-hui tidak tahu apa yang sedang dilakukannya, banyak orang pun demikian. Pada kunjungan saya ke North California kali ini, seseorang bertanya pada saya, "Mahaguru, apa tujuan kedatangan saya di dunia ini?" Saya pun menjawab, "Justru ini pertanyaan yang hendak saya tanyakan pada Anda." (Mahaguru tertawa) (Hadirin tertawa) Apa tujuan kedatangan saya di dunia ini? Saya justru mau bertanya pada Anda tapi mengapa malah Anda yang bertanya pada saya?! (Mahaguru tertawa) (Hadirin tertawa) Acarya De-hui juga berkata, "Saya tidak tahu apa yang mau saya lakukan." Sebenarnya, kita masih tahu sedikit apa yang sedang kita lakukan; kita sedang membersihkan ‘tubuh kasar’ kita. Selama kita masih hidup dalam ‘tubuh kasar’, kita harus membersihkannya. Tujuan kita bersadhana di sini adalah membersihkan mangkuk kita; dan melalui pertobatan, kita membersihkan tubuh kita sendiri.
Kita tidak hanya membersihkan ‘tubuh kasar’ saja, tapi juga harus membersihkan ‘kematian’, misalnya lewat penyeberangan. Di dalam ajaran Tantra terdapat Metode Keberhasilan Bardo, di mana ketika seorang mendiang masih berada dalam kondisi roh, dalam waktu 49 hari, rohnya dibersihkan. Jadi, di sini ada beberapa jenis pembersihan! Ketika kita masih hidup dalam ‘tubuh kasar’, kita harus dibersihkan. Ketika kita ‘meninggal dunia’ pun demikian, justru pada periode ‘bardo’ ini, roh kita dibersihkan. Apalagi, bila Anda memahami metode pembersihan, pada akhirnya Anda akan mencapai pencerahan (memahami hati dan menemukan jati diri) lewat petunjuk dari Sang Guru; bahkan Anda akan melihat Sambhogakaya Buddha dan Dharmakaya Buddha Anda sendiri. Dengan kata lain, Anda akan memasuki ‘tubuh ilusi halus’ Anda, bahkan mencapai tahap yang lebih tinggi lagi yaitu memasuki ‘tubuh ilusi terhalus’ Anda. Sehingga, Anda pun mencapai keberhasilan.
Selama beberapa tahun Mahaguru menyepi, kita patut berterima kasih kepada ketua dari Vihara Ling Shen Ching Tze Seattle – Acarya De-hui, juga berterima kasih kepada seluruh Acarya, Dharmacarya, dan Lama di Vihara Ling Shen Ching Tze Seattle, serta seluruh umat se-Dharma di Vihara Ling Shen Ching Tze Seattle yang telah mendukung selama ini. Sehingga pada saat kita kembali, kita pun merasakan bahwa Vihara Ling Shen Ching Tze Seattle masih Vihara Ling Shen Ching Tze Seattle yang bersih. Segala sesuatu yang pernah terjadi, semua telah berlalu; dan semuanya telah bersih lewat pertobatan. Kita berharap kita tetap dapat mempertahankan ‘moral yang bersih’ dan ‘moral yang cemerlang’ dalam diri kita. Terima kasih semuanya. (Hadirin tepuk tangan meriah) Om. Mani Padme Hum.
Sumber : tbsn.org
Malam ini, kita telah mendengarkan Acarya De-hui bercerita tentang sebab dan kondisinya. Dulu, sewaktu saya memberikannya nama Dharma, pernah terlintas dalam benak saya untuk memberikannya nama Dharma yang terdiri dari dua kata, namun, begitu teringat kata ‘De-hui’, saya merasa kedua kata ini sangat bagus, yang berarti moral dan kecemerlangan. Jadi, saya tidak mengubahnya, langsung menjadikan ‘De-hui’ sebagai nama Dharmanya, ia selamanya memiliki moral dan kecemerlangan. Jadi, nama Dharmanya bukan terdiri dari dua kata, melainkan empat kata – Lian-hua De-hui, ini adalah salah satu keistimewaannya. Dulu, nama Dharma dari Y.M. Xu-yun adalah De-qing, moral yang bersih, sebab dengan moral yang bersih, seseorang baru akan menghasilkan kecemerlangan, jadi saya pikir De-qing dan De-hui adalah nama yang sangat bagus.
Kita terima kasih sekali kepada Acarya De-hui yang telah berkenan menjabat sebagai ketua Vihara Ling Shen Ching Tze Seattle, sekarang sudah berapa tahun Anda menjabat? (Acarya menjawab: 8 tahun) Wah! Delapan tahun. Kita berharap ia terus menjabat. (Hadirin tepuk tangan meriah) Mengapa? Karena tadi ia mengucapkan sepatah kalimat, "Lagipula tidak ada yang menjabat, jadi saya pun menjabat." (Mahaguru tertawa) (Hadirin terbahak) Jadi, kita tetap meminta Beliau terus menjabat.
Sudah hampir 6 tahun Mahaguru menyepi. Sebelum benar-benar pergi ke Tahiti, sudah hampir setahun saya menyepi. Pada waktu itu, saya hanya mengadakan sebuah upacara Kalachakra di Hong Kong. Lalu, saya menyepi lagi selama 5 setengah tahun. Dan selama itu, Vihara Ling Shen Ching Tze Seattle diketuai dan dipimpin oleh Acarya De-hui. Tentu saja, ini adalah masa-masa tersulit baginya untuk mengatur vihara ini, ia menghadapi banyak kesulitan dan banyak tugas yang sulit dijalankan. Kita semua mengerti semua kesulitannya. Namun, Acarya De-hui dapat melewati semua ini saja sudah sangat tidak mudah. (Hadirin tepuk tangan meriah) Inilah yang disebut dengan mampu menjalankan apa yang sulit dijalankan, mampu bersabar dari apa yang sulit untuk bersabar.
Tadi ia sempat mengatakan bahwa sejak ia bersarana hingga menjadi bhiksu, lalu menjadi acarya, serta menjabat sebagai ketua Vihara Ling Shen Ching Tze Seattle, ia bahkan tidak tahu siapa dirinya, dan apa yang telah dilakukannya. Ini luar biasa sekali. (Hadirin tepuk tangan meriah) Mengapa sangat luar biasa? Sebab, inilah bukti bahwa ia telah mencapai ‘tubuh ilusi’. Ia tidak mengenal siapa dirinya, berarti dirinya telah mencapai ‘tubuh ilusi’. Sesungguhnya, alam semesta yang tidak terbatas luasnya juga bukan alam semesta! Tubuh Anda juga bukan milik Anda! Sebab, tubuh kita pada dasarnya adalah sebuah ‘tubuh ilusi’ yang merupakan perpaduan dari 4 unsur palsu.
Di dalam ajaran Tantra terdapat istilah tiga jenis ‘tubuh ilusi’, ‘tubuh ilusi’ pertama adalah ‘tubuh ilusi kasar’. Diri kita yang kita lihat sewaktu kita sedang bercermin adalah ‘tubuh ilusi kasar’. Tubuh ini kasar atau kasat mata, bukan hanya bisa dilihat oleh kita sendiri, bahkan setiap orang pun bisa melihatnya. Sang Buddha menyebutnya dengan istilah Nirmanakaya.
Di dalam tradisi Tantra, kita mengetahui tiga jenis tubuh yang terdiri dari Dharmakaya, Sambhogakaya, dan Nirmanakaya. Setiap orang harus ingat, bahwa kita tidak hanya memiliki sebuah ‘tubuh ilusi kasar’ saja, kita masih memiliki sebuah ‘tubuh halus’, itulah Sambhogakaya. Setelah Anda mencapai ‘tubuh halus’ dalam bersadhana, Anda boleh melihat sekuntum teratai, dan di atasnya terdapat sebuah cahaya sebesar jari kelingking, inilah Sambhogakaya Anda, juga disebut sebagai ‘tubuh ilusi halus’.
Sementara Dharmakaya itu tidak berwujud, tidak ada manusia yang mampu melihatnya. Lalu, siapa yang bisa melihatnya? Hanya sesama Buddha yang mampu melihatnya. Itulah yang disebut ‘tubuh ilusi terhalus’, dalam Agama Buddha disebut sebagai Dharmakaya. Anda semua harus memahami bahwa ketika sadhaka menekuni Sadhana Kalachakra, sadhaka harus tahu bahwa dirinya adalah sebuah ‘tubuh ilusi’. Dari luar, yang sadhaka lihat adalah ‘tubuh ilusi kasar’; setelah bersih, sadhaka pun menjadi ‘tubuh ilusi halus’ atau Sambhogakaya; terakhir, setelah sadhaka memperoleh keberhasilan, Anda pun menjadi Buddha Dharmakaya atau ‘tubuh ilusi terhalus’. Pada saat itu, hanya sesama Buddha yang mampu melihatnya. Bahkan Sambhogakaya pun belum tentu dapat kita lihat, sebab Anda belum mencapai keberhasilan dalam sadhana Anda, asalkan Anda mencapai keberhasilan dalam sadhana Anda, Anda pun mampu melihatnya.
Dulu ketika Yaochi Jinmu membuka mata batin saya, Beliau membawa saya melihat Padmakumara. Waktu itu, saya pun melihat Padmakumara dalam wujud sebuah cahaya yang cemerlang di atas teratai. Jadi, yang saya lihat adalah Sambhogakaya. Saya pernah mengatakan bahwa di dalam suatu kitab Sutra pernah menyebutkan tentang Padmakumara, namun, semua yang ada di dalam Goa ke-314 dari Goa Dunhuang adalah Padmakumara. Ketika kalian pergi berkunjung, kalian tinggal minta tolong mereka untuk mengantarkan kalian berkunjung ke Goa ke-314, kalian pun akan melihat Padmakumara memenuhi seluruh ruangan goa batu, Padmakumara tersebut adalah tingkatan Sambhogakaya Buddha, mereka menjelma dan terlukis di seluruh ukiran batu dan tembok.
Tujuan kita melatih diri adalah melatih ‘tubuh ilusi’ kita. Hari ini kita mengadakan pembersihan dan pertobatan Bhaisajyaguru Buddha, tujuannya untuk melatih kebersihan. Setelah Anda membaca kitab pertobatan, Anda akan tahu apa yang telah Anda lakukan. Namun, asalkan Anda bertobat, Anda pun menjadi bersih, bagaikan sebuah mangkuk, banyak ampas tertinggal di dalamnya, begitu Anda membersihkannya dengan air bersih, mangkuk pun menjadi bersih. Tujuan pertobatan adalah membersihkan semua yang pernah kita lakukan pada masa silam. Jadi, hari ini, boleh dikatakan bahwa kita telah ‘De-qing’, moral telah bersih, bahkan kita pun telah ‘De-hui’, moral telah memancarkan kecemerlangan. Asalkan membuktikan ‘tubuh ilusi’, sekali bercahaya, Anda pun mencapai keberhasilan.
Di dalam ajaran Tantra terdapat istilah Enam Yoga Naropa, di dalamnya terdapat Sadhana Cahaya Ilusi yang bertujuan untuk melatih ‘tubuh ilusi’ kita. Acarya De-hui tidak kenal siapa dirinya, dan begitu pula dengan saya, tidak mengenal lagi siapa diri saya. Setiap orang pun tidak mengenal siapa dirinya, namun, mengapa hidup di dunia ini? Lantas ke manakah Anda nanti setelah Anda lanjut usia kemudian meninggal dunia atau parinirvana? Di dalam proses hidup dan mati ini, sebenarnya apa yang telah Anda lakukan? Saya pernah memberi contoh misalnya menimba ilmu, sejak anak-anak sampai kita mulai tumbuh dewasa, kita pun mulai menimba ilmu; setelah selesai menimba ilmu, kita pun mulai berkarir; setelah berkarir dan mempunyai sedikit tabungan, lalu, kita pun menikah, setelah menikah, kita pun melahirkan dan membesarkan anak-anak; ketika Anda melihat anak-anak tumbuh dewasa, mereka mengulangi apa yang pernah Anda lakukan, lalu apa yang masih Anda lakukan?
Acarya De-hui tidak tahu apa yang sedang dilakukannya, banyak orang pun demikian. Pada kunjungan saya ke North California kali ini, seseorang bertanya pada saya, "Mahaguru, apa tujuan kedatangan saya di dunia ini?" Saya pun menjawab, "Justru ini pertanyaan yang hendak saya tanyakan pada Anda." (Mahaguru tertawa) (Hadirin tertawa) Apa tujuan kedatangan saya di dunia ini? Saya justru mau bertanya pada Anda tapi mengapa malah Anda yang bertanya pada saya?! (Mahaguru tertawa) (Hadirin tertawa) Acarya De-hui juga berkata, "Saya tidak tahu apa yang mau saya lakukan." Sebenarnya, kita masih tahu sedikit apa yang sedang kita lakukan; kita sedang membersihkan ‘tubuh kasar’ kita. Selama kita masih hidup dalam ‘tubuh kasar’, kita harus membersihkannya. Tujuan kita bersadhana di sini adalah membersihkan mangkuk kita; dan melalui pertobatan, kita membersihkan tubuh kita sendiri.
Kita tidak hanya membersihkan ‘tubuh kasar’ saja, tapi juga harus membersihkan ‘kematian’, misalnya lewat penyeberangan. Di dalam ajaran Tantra terdapat Metode Keberhasilan Bardo, di mana ketika seorang mendiang masih berada dalam kondisi roh, dalam waktu 49 hari, rohnya dibersihkan. Jadi, di sini ada beberapa jenis pembersihan! Ketika kita masih hidup dalam ‘tubuh kasar’, kita harus dibersihkan. Ketika kita ‘meninggal dunia’ pun demikian, justru pada periode ‘bardo’ ini, roh kita dibersihkan. Apalagi, bila Anda memahami metode pembersihan, pada akhirnya Anda akan mencapai pencerahan (memahami hati dan menemukan jati diri) lewat petunjuk dari Sang Guru; bahkan Anda akan melihat Sambhogakaya Buddha dan Dharmakaya Buddha Anda sendiri. Dengan kata lain, Anda akan memasuki ‘tubuh ilusi halus’ Anda, bahkan mencapai tahap yang lebih tinggi lagi yaitu memasuki ‘tubuh ilusi terhalus’ Anda. Sehingga, Anda pun mencapai keberhasilan.
Selama beberapa tahun Mahaguru menyepi, kita patut berterima kasih kepada ketua dari Vihara Ling Shen Ching Tze Seattle – Acarya De-hui, juga berterima kasih kepada seluruh Acarya, Dharmacarya, dan Lama di Vihara Ling Shen Ching Tze Seattle, serta seluruh umat se-Dharma di Vihara Ling Shen Ching Tze Seattle yang telah mendukung selama ini. Sehingga pada saat kita kembali, kita pun merasakan bahwa Vihara Ling Shen Ching Tze Seattle masih Vihara Ling Shen Ching Tze Seattle yang bersih. Segala sesuatu yang pernah terjadi, semua telah berlalu; dan semuanya telah bersih lewat pertobatan. Kita berharap kita tetap dapat mempertahankan ‘moral yang bersih’ dan ‘moral yang cemerlang’ dalam diri kita. Terima kasih semuanya. (Hadirin tepuk tangan meriah) Om. Mani Padme Hum.
Sumber : tbsn.org
Tiga Sandaran Utama dalam Tantra Melambangkan Welas Asih, Kebijaksanaan, dan Kekuatan
(Intisari Ceramah Dharmaraja Buddha Lian Sheng Saat Pemberkatan Boye Leizangsi di Malaysia pada 19 Oktober 2007)
Sembah sujud kepada Guru Silsilah Zhenfozong, Y.M. Liao Ming, Guru Sakya Zheng Kong, Gyalwa Karmapa XVI, Guru Thubten Dhargye, sembah sujud kepada para yidam di mandala.
Guru Dhara, Para Acarya, Dharmacarya, Para Lama, Para Pandita Dharmaduta, Pandita Lokapalasraya, Para Ketua Cetiya, Para Ketua Vihara, para umat se-Dharma. Selamat pagi, semuanya. (Hadirin tepuk tangan)
Tadi, Guru Dhara sempat menerangkan tentang fenomena kejayaan Zhenfozong di Malaysia, kemudian, Beliau menerangkan lagi tentang asal muasal dari Boye Leizangsi, dan esensi dari Prajna (boye), dengan demikian Guru Dhara telah menerangkan semua topik politik di Malaysia dan esensi dari Boye Leizangsi, sehingga saya tidak perlu menerangkannya lagi. (Mahaguru tertawa)
Doktrin dari Sang Buddha, Beliau menjadikan sila sebagai landasan. Berdasarkan esensi Buddhadharma, belajar Buddhisme seharusnya berlandaskan "sila". Ini adalah hal penting pertama. Sang Buddha menyebutkan hal penting kedua, yaitu berporoskan "prajna", seluruh Buddhadharma Mahayana berpusat pada prajna, sehingga "prajna" sangat penting. Untuk mengamalkan metode prajna, seharusnya menggunakan "ajaran Tantra". Kita belajar ajaran Tantra, apakah itu ajaran Tantra? Sebuah metode, sebuah fungsi, lewat bhavana ajaran Tantra, kemudian memperoleh kebijaksanaan Tathagata—prajna. Oleh karena itu, ajaran Tantra adalah suatu Dharma yang sangat penting. Bagi orang zaman modern, kita harus berlandaskan pada sila, berpusat pada prajna, dan menggunakan ajaran Tantra, inilah rangkuman sabda Sang Tathagata selama 49 tahun, di sinilah intisari dari Buddhadharma. (Hadirin tepuk tangan)
Di dalam ajaran Tantra terdapat istilah tiga sandaran utama. Pertama, Avalokitesvara Bodhisattva, sebab Avalokitesvara Bodhisattva melambangkan welas asih, disebut dengan sandaran utama dari welas asih. Sandaran utama kedua, menjadikan prajna sebagai sandaran utama, yakni Manjushri Bodhisattva, disebut dengan sandaran utama dari prajna atau kebijaksanaan. Ketiga, menjadikan kekuatan atau tingkat pencerahan atau fungsi sebagai sandaran utama, yakni Vajrasattva. Vajrasattva adalah yidam utama dalam ajaran Tantra, boleh dikatakan Beliau adalah pendiri Tantrayana, Beliau adalah pangeran Dharma dari Panca Buddha, ajaran Tantra menjadikan kekuatan sebagai sandaran utama, yakni Vajrasattva. Jadi, Avalokitesvara Bodhisattva, Manjushri Bodhisattva, Vajrasattva adalah tiga sandaran utama Buddhadharma kita. Bila Anda menekuni welas asih, Anda harus menjadikan Avalokitesvara Bodhisattva sebagai sandaran utama. Bila Anda menekuni kebijaksanaan, Anda harus menjadikan Manjushri Bodhisattva sebagai sandaran utama. Bila Anda menekuni tingkat pencerahan, menekuni karma (usaha), menekuni tingkat kebuddhaan, Anda pun harus menjadikan Vajrasattva sebagai sandaran utama. Sebentar lagi saya akan menjelaskan pada kalian tentang abhiseka, abhiseka ini adalah Bradha Kumbha Prana, Api Kundalini, dan Homa, ketiga abhiseka ini berasal dari Vajrasattva. Sebab, Vajrasattva adalah pendiri Tantrayana kita, pangeran Dharma dari Panca Buddha, Vajrasattva membabarkan ajaran Tantra sampai ke seluruh dunia, sehingga disebut sebagai Vajrapani (tangan Vajra), menunjukkan kekuatan pada diri-Nya.
Delapan tahun yang lalu, saya datang ke Malaysia. Waktu itu, Acarya Koh membawa saya melihat "pasar" di tempat ini, saya mengatakan tempat ini akan terlihat sangat agung bila dibangun. Kedatangan kali ini, begitu saya lihat, wah! Mandala ini sangat agung. Tidak hanya mandala ini saja, di dalam ada Dharmasala Guru Sesepuh, ada Dharmasala Jambhala (dewa rejeki), ada banyak Dharmasala. Buddha dan Bodhisattva di dalamnya sangat agung, bahkan thangka, lukisan dinding, kantor Persekutuan Agama Buddha Tantrayana Chen Foh Chong Malaysia, kantor Acarya, juga pusat pertemuan, Pusdiklat, tempat mengajar yang ada di sini. Di atas terdapat banyak lukisan dinding, lukisan dinding itu dilukis di Nepal kemudian ditempel di sini. Saya terus berpikir, mengapa Vihara Ling Shen Ching Tze Seattle begitu kecil, Zhenfo Miyuan adalah kantor TBF, juga ada pusat pembalasan surat, benar-benar kecil sekali, bagaimana bisa dibandingkan dengan orang lain, saya merasa sangat malu. Orang lain hanya dalam waktu 8 tahun saja telah memiliki beberapa Vihara Lei Zang, di Malaysia masih ada Vihara Lei Zang yang lebih besar dan lebih agung. (Hadirin tepuk tangan) Dipikir-pikir, orang miskin bertekad rendah. (tertawa) Walaupun Vihara Ling Shen Ching Tze adalah lokasi vihara perintis, sebuah rumah abu dari Vihara Lei Tsang Taiwan—Xi Fang Jing, saya bahkan merasa lebih agung daripada Vihara Ling Shen Ching Tze. Fasilitas kantor dari Persekutuan Agama Buddha Tantrayana Chen Foh Chong Malaysia dan ruang pertemuan Acarya jauh lebih bagus daripada Zhenfo Miyuan. Setelah melihatnya, saya sendiri merasa saya sangat malu dan kehilangan muka.
Tapi, saya tidak berpikiran demikian. Saya berpikiran bahwa semua Acarya Zhenfozong membabarkan Dharma Tantra di luar, Vihara Lei Zang yang mereka bangun, makin lama makin besar, ini juga suatu hal yang menggembirakan, yang belakangan muncul semuanya berada di atas Vihara Ling Shen Ching Tze, dengan demikian Vihara Ling Shen Ching Tze alias vihara perintis juga terasa sangat mulia. (Mahaguru tertawa, hadirin tertawa) Sebaliknya, bila vihara Ling Shen Ching Tze kita adalah vihara terbesar sedunia, sementara Vihara Lei Zang di setiap negara di dunia makin lama makin kecil, saya juga malu, ini juga sangat memalukan! Oleh karena itu, walaupun malu, sekarang dipikir-pikir, biarkan semuanya berjalan alami saja!
Bila mampu, saya ingin sekali membeli rumah-rumah kecil di sekitar Vihara Ling Shen Ching Tze, lalu dicat menjadi Dharmasala yang berbeda-beda, walaupun Vihara Lei Zang di luar besar, sedangkan Vihara Ling Shen Ching Tze kita kecil, namun kita tersebar luas (Mahaguru tertawa, hadirin tepuk tangan) Sehingga jauh lebih baik bila dibandingkan, hati pun lebih lega. Tadinya bangunan dari Vihara Ling Shen Ching Tze sudah sangat usang, agak kuno, makanya Vihara Ling Shen Ching Tze mempunyai sebuah ciri khas, bangunan yang termasuk Vihara Ling Shen Ching Tze, sekarang dicat oleh Lama-Lama di dalamnya, dicat menjadi warna yang orang lain tidak berani pakai untuk mencat, lain kali kalau kalian datang, kalian pun merasa, wah! Segar sekali, sudah bukan warna bernuansa tua yang dulu itu lagi.
Sadhana yang saya transmisikan pada upacara besok adalah Sadhana Satya Vajrakila Kalachakra. Yang merupakan sadhana rahasia yang belum pernah ditransmisikan di dalam ajaran Tantra, serta tidak boleh diterangkan secara terbuka di hadapan puluhan ribu orang. Dulu, sewaktu guru saya mengajarkan saya sadhana ini, Beliau menyuruh saya masuk ke kantornya, kemudian dijelaskan secara empat mata. Satu mendengar, empat telinga mendengarkan, keempat telinga ini maksudnya dua orang, kedua telinga sang guru dan kedua telinga sang siswa. Jadi, sadhana ini termasuk suatu sadhana yang tidak ditransmisikan pada telinga keenam, hari ini saya menerangkan secara terbuka, makanya jodoh Dharma sangat luar biasa. Namun, asal tahu saja, ada yang boleh tekuni, ada yang tidak boleh tekuni. Orang yang tidak menerima abhiseka Sadhana Satya Vajrakila, jangan sekali-kali menekuninya, sebab bila Anda menekuninya sebaliknya akan mendatangkan rintangan. Jadi, kalian yang datang demi Dharma, saya merasa sangat gembira. Coba kalian dengarkan, apakah yang saya katakan sangat nyata. Coba kalian dengarkan pula, sadhana yang saya terangkan adalah sadhana yang sungguh mencapai kontak yoga. Mahabhiseka dari Kalachakra sangat luar biasa, Sadhana Satya Vajrakila luar biasa dan tak terungkapkan dengan kata-kata. Saya merasa jika Anda semua dapat memenuhi persyaratan untuk menekuni sadhana ini, juga sangat serius menekuni sadhana ini, serta yakin terhadap sadhana, yakin terhadap Mulaguru, dan yakin terhadap Guru Silsilah, bila kita menekuni sadhana ini, keberhasilan yang kelak akan kita capai tidak terhingga. (Hadirin tepuk tangan)
Banyak siswa pergi ke Malaysia untuk melihat Mahaguru, banyak yang belum pernah bertemu dengan Mahaguru, sebab saya menyepi selama kurang lebih enam tahun. Oleh karena itu, begitu keluar, saya berkata pada kalian, "Lama tak jumpa." Semoga Anda semua mencapai keberhasilan dan sungguh-sungguh menyeberangkan para insan melalui aplikasi sadhana Tantra, dengan demikian kita juga tidak perlu menghiraukan kritik dari orang lain. Sebab, ketika turun dari pesawat, Acarya Koh memperlihatkan saya sebuah surat kabar, sebuah pernyataan bersama berkata, "Grup kita tidak mengakui True Buddha School." Jawaban saya demikian, "Kita mengakui mereka!" Orang lain tidak mengakui kita, tapi kita harus mengakui mereka, sebab mereka adalah aliran yang benar. (Hadirin tepuk tangan meriah) Mahaguru juga membaca sedikit novel silat, setelah dilperhatikan, saya merasa saya malah seperti Tio Bu Ki! Kita tidak sebanding dengan aliran yang benar, kita adalah Ling Hu-chong dari segerombolan orang yang tak terorganisasi. Di dunia persilatan maklum saja ada kejadian demikian, lantas kita pun menertawai dengan gagah dunia persilatan. Apapun yang dikatakan orang lain, yang penting kita berbuat baik, yang penting kita berbuat benar! (Hadirin tepuk tangan) Orang lain tidak mengakui kita, kita mengakui mereka. Because, we are a poor, so poor group, True Buddha School is a poor group—pengemis! Yang Mahaguru pegang adalah tongkat bambu hijau yang dipegang oleh ketua kelompok pengemis, lumayan juga sih! (Hadirin tertawa, tepuk tangan) Marilah kita bersadhana dengan rajin, mencapai kontak yoga, mencapai keberhasilan, itulah yang terpenting! Om Mani Padme Hum!
Sumber : tbsn.org
Sembah sujud kepada Guru Silsilah Zhenfozong, Y.M. Liao Ming, Guru Sakya Zheng Kong, Gyalwa Karmapa XVI, Guru Thubten Dhargye, sembah sujud kepada para yidam di mandala.
Guru Dhara, Para Acarya, Dharmacarya, Para Lama, Para Pandita Dharmaduta, Pandita Lokapalasraya, Para Ketua Cetiya, Para Ketua Vihara, para umat se-Dharma. Selamat pagi, semuanya. (Hadirin tepuk tangan)
Tadi, Guru Dhara sempat menerangkan tentang fenomena kejayaan Zhenfozong di Malaysia, kemudian, Beliau menerangkan lagi tentang asal muasal dari Boye Leizangsi, dan esensi dari Prajna (boye), dengan demikian Guru Dhara telah menerangkan semua topik politik di Malaysia dan esensi dari Boye Leizangsi, sehingga saya tidak perlu menerangkannya lagi. (Mahaguru tertawa)
Doktrin dari Sang Buddha, Beliau menjadikan sila sebagai landasan. Berdasarkan esensi Buddhadharma, belajar Buddhisme seharusnya berlandaskan "sila". Ini adalah hal penting pertama. Sang Buddha menyebutkan hal penting kedua, yaitu berporoskan "prajna", seluruh Buddhadharma Mahayana berpusat pada prajna, sehingga "prajna" sangat penting. Untuk mengamalkan metode prajna, seharusnya menggunakan "ajaran Tantra". Kita belajar ajaran Tantra, apakah itu ajaran Tantra? Sebuah metode, sebuah fungsi, lewat bhavana ajaran Tantra, kemudian memperoleh kebijaksanaan Tathagata—prajna. Oleh karena itu, ajaran Tantra adalah suatu Dharma yang sangat penting. Bagi orang zaman modern, kita harus berlandaskan pada sila, berpusat pada prajna, dan menggunakan ajaran Tantra, inilah rangkuman sabda Sang Tathagata selama 49 tahun, di sinilah intisari dari Buddhadharma. (Hadirin tepuk tangan)
Di dalam ajaran Tantra terdapat istilah tiga sandaran utama. Pertama, Avalokitesvara Bodhisattva, sebab Avalokitesvara Bodhisattva melambangkan welas asih, disebut dengan sandaran utama dari welas asih. Sandaran utama kedua, menjadikan prajna sebagai sandaran utama, yakni Manjushri Bodhisattva, disebut dengan sandaran utama dari prajna atau kebijaksanaan. Ketiga, menjadikan kekuatan atau tingkat pencerahan atau fungsi sebagai sandaran utama, yakni Vajrasattva. Vajrasattva adalah yidam utama dalam ajaran Tantra, boleh dikatakan Beliau adalah pendiri Tantrayana, Beliau adalah pangeran Dharma dari Panca Buddha, ajaran Tantra menjadikan kekuatan sebagai sandaran utama, yakni Vajrasattva. Jadi, Avalokitesvara Bodhisattva, Manjushri Bodhisattva, Vajrasattva adalah tiga sandaran utama Buddhadharma kita. Bila Anda menekuni welas asih, Anda harus menjadikan Avalokitesvara Bodhisattva sebagai sandaran utama. Bila Anda menekuni kebijaksanaan, Anda harus menjadikan Manjushri Bodhisattva sebagai sandaran utama. Bila Anda menekuni tingkat pencerahan, menekuni karma (usaha), menekuni tingkat kebuddhaan, Anda pun harus menjadikan Vajrasattva sebagai sandaran utama. Sebentar lagi saya akan menjelaskan pada kalian tentang abhiseka, abhiseka ini adalah Bradha Kumbha Prana, Api Kundalini, dan Homa, ketiga abhiseka ini berasal dari Vajrasattva. Sebab, Vajrasattva adalah pendiri Tantrayana kita, pangeran Dharma dari Panca Buddha, Vajrasattva membabarkan ajaran Tantra sampai ke seluruh dunia, sehingga disebut sebagai Vajrapani (tangan Vajra), menunjukkan kekuatan pada diri-Nya.
Delapan tahun yang lalu, saya datang ke Malaysia. Waktu itu, Acarya Koh membawa saya melihat "pasar" di tempat ini, saya mengatakan tempat ini akan terlihat sangat agung bila dibangun. Kedatangan kali ini, begitu saya lihat, wah! Mandala ini sangat agung. Tidak hanya mandala ini saja, di dalam ada Dharmasala Guru Sesepuh, ada Dharmasala Jambhala (dewa rejeki), ada banyak Dharmasala. Buddha dan Bodhisattva di dalamnya sangat agung, bahkan thangka, lukisan dinding, kantor Persekutuan Agama Buddha Tantrayana Chen Foh Chong Malaysia, kantor Acarya, juga pusat pertemuan, Pusdiklat, tempat mengajar yang ada di sini. Di atas terdapat banyak lukisan dinding, lukisan dinding itu dilukis di Nepal kemudian ditempel di sini. Saya terus berpikir, mengapa Vihara Ling Shen Ching Tze Seattle begitu kecil, Zhenfo Miyuan adalah kantor TBF, juga ada pusat pembalasan surat, benar-benar kecil sekali, bagaimana bisa dibandingkan dengan orang lain, saya merasa sangat malu. Orang lain hanya dalam waktu 8 tahun saja telah memiliki beberapa Vihara Lei Zang, di Malaysia masih ada Vihara Lei Zang yang lebih besar dan lebih agung. (Hadirin tepuk tangan) Dipikir-pikir, orang miskin bertekad rendah. (tertawa) Walaupun Vihara Ling Shen Ching Tze adalah lokasi vihara perintis, sebuah rumah abu dari Vihara Lei Tsang Taiwan—Xi Fang Jing, saya bahkan merasa lebih agung daripada Vihara Ling Shen Ching Tze. Fasilitas kantor dari Persekutuan Agama Buddha Tantrayana Chen Foh Chong Malaysia dan ruang pertemuan Acarya jauh lebih bagus daripada Zhenfo Miyuan. Setelah melihatnya, saya sendiri merasa saya sangat malu dan kehilangan muka.
Tapi, saya tidak berpikiran demikian. Saya berpikiran bahwa semua Acarya Zhenfozong membabarkan Dharma Tantra di luar, Vihara Lei Zang yang mereka bangun, makin lama makin besar, ini juga suatu hal yang menggembirakan, yang belakangan muncul semuanya berada di atas Vihara Ling Shen Ching Tze, dengan demikian Vihara Ling Shen Ching Tze alias vihara perintis juga terasa sangat mulia. (Mahaguru tertawa, hadirin tertawa) Sebaliknya, bila vihara Ling Shen Ching Tze kita adalah vihara terbesar sedunia, sementara Vihara Lei Zang di setiap negara di dunia makin lama makin kecil, saya juga malu, ini juga sangat memalukan! Oleh karena itu, walaupun malu, sekarang dipikir-pikir, biarkan semuanya berjalan alami saja!
Bila mampu, saya ingin sekali membeli rumah-rumah kecil di sekitar Vihara Ling Shen Ching Tze, lalu dicat menjadi Dharmasala yang berbeda-beda, walaupun Vihara Lei Zang di luar besar, sedangkan Vihara Ling Shen Ching Tze kita kecil, namun kita tersebar luas (Mahaguru tertawa, hadirin tepuk tangan) Sehingga jauh lebih baik bila dibandingkan, hati pun lebih lega. Tadinya bangunan dari Vihara Ling Shen Ching Tze sudah sangat usang, agak kuno, makanya Vihara Ling Shen Ching Tze mempunyai sebuah ciri khas, bangunan yang termasuk Vihara Ling Shen Ching Tze, sekarang dicat oleh Lama-Lama di dalamnya, dicat menjadi warna yang orang lain tidak berani pakai untuk mencat, lain kali kalau kalian datang, kalian pun merasa, wah! Segar sekali, sudah bukan warna bernuansa tua yang dulu itu lagi.
Sadhana yang saya transmisikan pada upacara besok adalah Sadhana Satya Vajrakila Kalachakra. Yang merupakan sadhana rahasia yang belum pernah ditransmisikan di dalam ajaran Tantra, serta tidak boleh diterangkan secara terbuka di hadapan puluhan ribu orang. Dulu, sewaktu guru saya mengajarkan saya sadhana ini, Beliau menyuruh saya masuk ke kantornya, kemudian dijelaskan secara empat mata. Satu mendengar, empat telinga mendengarkan, keempat telinga ini maksudnya dua orang, kedua telinga sang guru dan kedua telinga sang siswa. Jadi, sadhana ini termasuk suatu sadhana yang tidak ditransmisikan pada telinga keenam, hari ini saya menerangkan secara terbuka, makanya jodoh Dharma sangat luar biasa. Namun, asal tahu saja, ada yang boleh tekuni, ada yang tidak boleh tekuni. Orang yang tidak menerima abhiseka Sadhana Satya Vajrakila, jangan sekali-kali menekuninya, sebab bila Anda menekuninya sebaliknya akan mendatangkan rintangan. Jadi, kalian yang datang demi Dharma, saya merasa sangat gembira. Coba kalian dengarkan, apakah yang saya katakan sangat nyata. Coba kalian dengarkan pula, sadhana yang saya terangkan adalah sadhana yang sungguh mencapai kontak yoga. Mahabhiseka dari Kalachakra sangat luar biasa, Sadhana Satya Vajrakila luar biasa dan tak terungkapkan dengan kata-kata. Saya merasa jika Anda semua dapat memenuhi persyaratan untuk menekuni sadhana ini, juga sangat serius menekuni sadhana ini, serta yakin terhadap sadhana, yakin terhadap Mulaguru, dan yakin terhadap Guru Silsilah, bila kita menekuni sadhana ini, keberhasilan yang kelak akan kita capai tidak terhingga. (Hadirin tepuk tangan)
Banyak siswa pergi ke Malaysia untuk melihat Mahaguru, banyak yang belum pernah bertemu dengan Mahaguru, sebab saya menyepi selama kurang lebih enam tahun. Oleh karena itu, begitu keluar, saya berkata pada kalian, "Lama tak jumpa." Semoga Anda semua mencapai keberhasilan dan sungguh-sungguh menyeberangkan para insan melalui aplikasi sadhana Tantra, dengan demikian kita juga tidak perlu menghiraukan kritik dari orang lain. Sebab, ketika turun dari pesawat, Acarya Koh memperlihatkan saya sebuah surat kabar, sebuah pernyataan bersama berkata, "Grup kita tidak mengakui True Buddha School." Jawaban saya demikian, "Kita mengakui mereka!" Orang lain tidak mengakui kita, tapi kita harus mengakui mereka, sebab mereka adalah aliran yang benar. (Hadirin tepuk tangan meriah) Mahaguru juga membaca sedikit novel silat, setelah dilperhatikan, saya merasa saya malah seperti Tio Bu Ki! Kita tidak sebanding dengan aliran yang benar, kita adalah Ling Hu-chong dari segerombolan orang yang tak terorganisasi. Di dunia persilatan maklum saja ada kejadian demikian, lantas kita pun menertawai dengan gagah dunia persilatan. Apapun yang dikatakan orang lain, yang penting kita berbuat baik, yang penting kita berbuat benar! (Hadirin tepuk tangan) Orang lain tidak mengakui kita, kita mengakui mereka. Because, we are a poor, so poor group, True Buddha School is a poor group—pengemis! Yang Mahaguru pegang adalah tongkat bambu hijau yang dipegang oleh ketua kelompok pengemis, lumayan juga sih! (Hadirin tertawa, tepuk tangan) Marilah kita bersadhana dengan rajin, mencapai kontak yoga, mencapai keberhasilan, itulah yang terpenting! Om Mani Padme Hum!
Sumber : tbsn.org
Sila-sila Zhen Fo Zong
真佛宗戒律
Jumlah siswa Zhen Fo Zong sampai saat ini telah mencapai 4 juta siswa berdasarkan jumlah sertifikat sarana yang telah diterbitkan. Setiap hari banyak orang yang bercatur sarana dalam Zhen Fo Zong. Sebagian dari mereka datang secara pribadi ke U.S.A. untuk memohon catur sarana. Saya percaya dalam beberapa tahun mendatang, jumlahnya akan berlipatganda.
Banyak siswa telah bertanya pada Saya, sila apa yang harus ditaati oleh siswa Zhen Fo Zong. Di dalam sertifikat catur sarana, tertulis : "Yang tersebut di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bersarana dalam agama Buddha, bersarana pada Guru Sejati Maha Vajra Acarya Lian Sheng. Selama hayat masih dikandung badan, bertekad menjunjung tinggi silsilah, menghormati Guru, menghargai Dharma, mengamalkan sadhana. Selama hayat masih dikandung badan, bertekad menaati sila. Selama hayat masih dikandung badan, bertekad melakukan kebajikan, berbakti pada orang tua. Demikianlah hal ini akan dilakukan dengan sungguh-sungguh. Semoga para Buddha Bodhisattva sepuluh alam Dharma menjadi saksi."
Saya sekarang ingin menjelaskan sila-sila dalam Zhen Fo Zong. Salah satu ikrar dalam sertifikat bersarana adalah, menghargai Dharma dan menaati sila dengan sungguh-sungguh seumur hidup. Ini berarti seseorang harus bersedia sepanjang hidupnya dengan sungguh-sungguh menjunjung tinggi Dharma dan dengan serius menjalankan sila. Sila berikut ini adalah Pancasila dalam agama Buddha.
Karena dalam Zhen Fo Zong kita sungguh-sungguh melatih diri sesuai Buddha Dharma, maka kita harus menaati Pancasila, yaitu:
1. Tidak Membunuh
Seseorang harus berwelas asih kepada semua makhluk dan tidak membunuh makhluk hidup. Perwujudan langkah dari komitmen ini adalah melepaskan makhluk hidup.
2. Tidak Mencuri
Seseorang tidak boleh mengambil barang yang bukan merupakan miliknya.
3. Tidak Berzinah
Semua bentuk hubungan seksual tidak diperbolehkan kecuali antara suami dan istri.
4. Tidak Berdusta
Seseorang tidak boleh mengadu domba, menyelewengkan ucapan orang lain, menfitnah orang lain atau Dharma sejati akan berakibat pada akumulasi karma buruk ucapan.
5. Tidak Bermabuk-mabukan
Seseorang tidak boleh mabuk atau kehilangan kesadaran karena minuman yang memabukkan.
Ini adalah sila dasar Zhen Fo Zong termasuk juga di dalam agama Buddha itu sendiri. Sadhaka Zhen Fo Zong adalah seorang Buddhis, oleh sebab itu harus mematuhi sila. Sebagai tambahan, melatih Buddha Dharma harus berbakti kepada orang tua, menghormati guru, dan rekan-rekan se-Dharma, ini adalah sikap dasar sebagai seorang manusia. Seorang siswa yang tidak menaati sila akan membuat catur sarananya menjadi tidak berguna dan mengakibatkan sertifikat bersarana menjadi sehelai kertas tak bernilai.
Bagi siswa Zhen Fo Zong yang menaati Pancasila dan menjalankan Kusala Karmapatha1, semoga mereka diberkati sehingga:
1. Mereka tidak mempunyai musuh yang membenci, mereka dijauhi dari penyakit, berusia panjang, dan berbahagia, damai dan beruntung.
2. Semua anggota keluarga menjadi harmonis, tanpa perselisihan dan umpatan, serta dihormati oleh orang banyak.
3. Mereka tidak akan menemui kecelakaan, bencana atau kematian sebelum waktunya.
4. Segenap dewata dan makhluk suci berkenan melindungi mereka, membimbing mereka untuk menghormati dan bersarana pada Sang Tri Ratna (Buddha, Dharma dan Sangha) dan memberkati mereka untuk teguh menapaki jalan Bodhi (jalan penerangan).
5. Mereka semua mempunyai ladang kebajikan dan kesejahteraan.
Dikarenakan tidak semua orang bersikap bijaksana, akan ada orang yang melanggar sila. Jika orang demikian ingin bertobat, maka mereka perlu menekuni sadhana pertobatan. Ini memerlukan tekad untuk membuat suatu pengakuan dan bertobat (dari dasar hati) di hadapan Buddha dan Guru atas semua perbuatan yang telah dilakukan.
Hampir tak terhitung banyaknya karma buruk yang dilakukan umat manusia. Sebagai contoh, banyak orang yang tidak percaya hukum sebab akibat atau tidak percaya adanya hukum karma. Mereka sering berkata, "Saya tidak percaya apapun." Ucapan demikian menggambarkan ego yang terlalu tinggi. Sikap ini dengan cepat berubah menjadi sikap seenaknya sendiri, membiarkan dirinya berbuat karma buruk. Banyak orang tidak percaya apapun disebabkan oleh harga dirinya, kelebihannya, kekayaannya, statusnya, usia panjangnya atau tidak adanya penyakit serius yang dideritanya. Buddha Sakyamuni suatu ketika menasihati kita untuk tidak angkuh karena keangkuhan akan melahirkan sikap seenaknya sendiri dan sikap ini cenderung mengakibatkan seseorang untuk menciptakan karma buruk.
Di dunia ini sedikit sekali orang yang bijaksana, tapi banyak sekali orang tidak bijaksana. Perilaku orang tidak bijaksana ini disebabkan oleh kebodohannya. Sekali saja seseorang berteman dengan orang berkebiasaan buruk, mudah sekali untuk berbuat buruk yang sama. Karenanya, kita hendaknya berhati-hati memilih teman. Jauhi orang yang mempunyai kebiasaan buruk karena sekali saja kita mengikuti mereka, bibit untuk mengikuti mereka lagi akan tertanam dan kita mungkin tidak sadar untuk terus melakukan karma buruk.
Keinginan yang tak pernah puas juga merupakan salah satu karakteristik kecenderungan dalam diri manusia. Hawa nafsu yang tak pernah puas adalah penyebab utama manusia untuk melakukan karma buruk. Sebagai contoh, keinginan akan nafsu seksual. Semua orang menyukai kecantikan ragawi dan terkadang seseorang tergoda untuk melakukan sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan. Bibit dari nafsu yang tak pernah puas, sulit untuk dikendalikan. Sadhaka Tantra harus melatih Visualisasi Kesunyataan dan Visualisasi Asubha2 untuk mengalihkan nafsu seksual yang berlebihan. Tanpa berlatih demikian, bahkan seorang bhiksu dan penganut Taois yang senior pun akan mengalami mimpi basah di malam hari. Jika seseorang tidak menuruti nafsu seksualnya, maka dia sungguh-sungguh adalah sadhaka suci. Jika seseorang menuruti nafsu seksnya tanpa terkendali, maka ia akan melakukan karma buruk. Keinginan yang tak pernah puas akan kekayaan juga salah. Pepatah Tiongkok mengatakan, Manusia mati karena harta, burung mati karena makanan. Keserakahan akan kekayaan melebihi apa yang dibutuhkan adalah bibit dari kekesalan dan kekuatiran. Sadhaka harus mengerti bahwa pikiran yang puas adalah kebahagiaan abadi. Mempunyai pikiran yang puas akan menghentikan keserakahan seseorang. Tanpa keserakahan, karakter moral seseorang akan mulia.
Begitu pula jika seseorang melukai orang lain karena kecemburuan, maka batinnya akan selalu dalam kekesalan.
Lebih lanjut, pelanggaran terberat yang dapat dilakukan seseorang adalah Panca Akusala Garukha Karma, seperti menghancurkan stupa Buddha atau vihara, membakar buku kebajikan atau kitab Sutra, merusak pratima Buddha, mencuri barang milik Tri Ratna. Menjelekkan Buddha Dharma, menghina dan memaki ajaran suci, mencelakai sadhaka yang berlatih Dharma yang benar. Membunuh atau mencelakai orang tua, melukai tubuh Buddha, memecahbelah Sangha, membunuh Arahat. Menyebarkan isu bahwa tidak ada hukum karma, kerap melakukan sepuluh karma buruk, inilah Panca Akusala Garukha Karma yang sangat berat.
Bagi yang telah melakukan perbuatan ini, harus segera bertobat dan
menyebarluaskan Dharma untuk membimbing manusia di dunia. Mereka harus menggunakan Dharma untuk menaklukkan Mara3 pikiran. Mereka harus memutar roda Dharma dan menjalani Sad Paramita4 untuk melenyapkan sepuluh perbuatan karma buruk dan menaklukkan keserakahan, kebencian, dan kebodohan batin.
Jika mereka melakukan ini maka semua kekesalan dan kesengsaraan akan berakhir dan sifat jati diri akan bercahaya dan menjadi murni.
Siswa Zhen Fo Zong akhirnya akan memperoleh kebijaksanaan besar untuk mengetahui kehidupan lampau diri sendiri dan orang lain. Mereka akan mempu mengingat ratusan dan ribuan dari kehidupan lampau mereka, menjalani Dharma yang diwariskan oleh Tathagatha, berbuat kebajikan secara spontan dan melayani Guru. Mereka akan menjauhkkan diri dari karma buruk, selamanya berlatih Dharma sejati. Akibatnya, mereka akan merasa bahagia dan tenteram pada tubuh dan pikiran mereka. Penampilannya akan sempurna dan mereka akan mampu menunjukkan berbagai metode luar biasa untuk melindungi dan menjaga makhluk hidup, sehingga semua makhluk hidup akan secepatnya mencapai kebuddhaan.
Berikut ini ada lima langkah Sadhana Pertobatan:
1. Mengundang kehadiran dua puluh satu Buddha untuk menjadi saksi atas pertobatan.
2. Bervisualisasikan para Buddha memancarkan cahaya dan melenyapkan rintangan.
Kekuatan dari dua puluh satu Buddha dapat melenyapkan karma buruk dan memberikan pemberkatan. Ini adalah pahala sejati dari pengundangan dua puluh satu Buddha, Sadhaka bervisualisasi dalam meditasinya muncul dua puluh satu Buddha di angkasa. Setiap Buddha memancarkan cahaya tak terbatas melalui pori-pori. Cahayanya mula-mula memancar dari pori-pori wujud Buddha kemudian menyebar luas. Cahaya tersebut saling berbaur menghasilkan warna yang tak terhitung banyaknya. Pancaran cahaya mengubah dunia di sepuluh penjuru menjadi alam suci. Kelima kotoran duniawi (kekotoran kalpa, pandangan, penderitaan, makhluk hidup dan kehidupan) terpancar oleh cahaya Buddha. Cahaya yang dipancarkan oleh dua puluh satu Buddha, pertama-tama menyinari kekotoran dunia dan mengubahnya menjadi alam suci. Kemudian menyinari makhluk hidup dan melenyapkan karma buruknya seperti Akusala Karmapatha, Garukha Karma, memfitnah Tri Ratna, tidak sopan kepada Guru, tidak menghormati orang tua. Mereka yang ditakdirkan untuk jatuh ke dalam tiga alam samsara (neraka, preta dan hewan) akan terbebaskan karena cahaya dari dua puluh satu Buddha. Akhirnya, cahaya tersebut memancari sadhaka untuk melenyapkan karma buruknya. Dikarenakan pemberkatan dari cahaya Buddha, sadhaka akan berbahagia, tulus, penuh dengan prajna dan keberuntungan dan mempunyai penampilan bagaikan Buddha. Dia akan senantiasa melihat Buddha dari sepuluh penjuru dan tiga masa.
3. Menjapa nama agung dan mantra.
Ketika sadhaka merasakan cahaya, mereka harus dengan tulus menyebut nama agung dua puluh satu Buddha dan kemudian menjapa 108 kali atau 1080 kali Mantra Sapta Tathagata Pelenyap Karma Buruk.
4. Mudra.
Tangan kiri mengepal dan diletakkan dekat pinggang. Telapak tangan kanan terbuka dan kelima jari dijulurkan keluar seolah-olah kelima sinar memancar keluar secara alamiah. Telapak tangan kanan diletakkan di depan dada.
5. Pelimpahan jasa.
“Semua karma burukku yang terkumpul selama kehidupan lampau yang tak terhitung lamanya yang seharusnya membuatku terlahir di alam neraka, alam preta, alam hewan atau asura atau ke dalam astavaksana5. Tetapi dengan mengamalkan Dharma dan bertobat, semua pelanggaran dan karma buruk dapat terhapus. Semua akibat yang tidak diinginkan tidak akan muncul. Bagaikan semua Maha Bodhisattva yang berlatih di jalan ke-Buddha-an dan bertobat atas segala pelanggaranku tanpa ada yang ditutupi. Saya berharapsemua pelanggaranku sepenuhnya diampuni dan bersumpah untuk tidak melakukan pelanggaran lagi di masa mendatang. Semoga dua puluh satu Buddha menjadi saksi.
Kelima langkah di atas adalah Sadhana Pertobatan mendasar dalam Zhen Fo Zong. Mereka yang berlatih Sadhana Pertobatan harus pada saat yang bersamaan berlatih Catur Prayoga. Dengan mengikuti tata caranya, pelanggaran seseorang akan dihapuskan dan memperoleh berkah tak terbatas.
(Sumber: Buku Lu Sheng-yen “Maha Sadhana Vajra Ling Xian” hal.139)
1Sepuluh perbuatan baik: tidak membunuh, tidak mencuri, tidak berzinah, tidak berdusta, tidak mengadu domba, tidak berbicara kasar, tidak berbicara cabul, tidak serakah, tidak membenci/mendendam, dan tidak berpandangan salah
2Bervisualisasi objek yang dilihat adalah hal yang kotor menjijikkan.
3Mara melambangkan nafsu yang menguasai menusia maupun segala sesuatu yang berakibat terhalangnya akar dan kemajuan dari jalan menuju kebenaran.
4Enam Cara Menyeberang ke Pantai Seberang: Dana Paramita (beramal), Sila Paramita (menaati sila), Ksanti Paramita (kesabaran), Virya Paramita (semangat), Dhyana Paramita (meditasi), Prajna Paramita (kebijakanaan)
5Delapan Kondisi Tidak Menguntungkan: alam neraka, alam preta (setan kelaparan), alam binatang, Uttakuru (benua utara dimana semuanya sangat menyenangkan), usia panjang di alam dewa (dimana masa kehidupan sangat panjang dan penuh kenikmatan), sebagai orang tuli, buta dan bisu, sebagai seorang filsafat, masa jeda antara dua Buddha dimana sangat sulit untuk bertemu Buddha dan mendengarkan Dharma.
Sumber : tbsn.org
Jumlah siswa Zhen Fo Zong sampai saat ini telah mencapai 4 juta siswa berdasarkan jumlah sertifikat sarana yang telah diterbitkan. Setiap hari banyak orang yang bercatur sarana dalam Zhen Fo Zong. Sebagian dari mereka datang secara pribadi ke U.S.A. untuk memohon catur sarana. Saya percaya dalam beberapa tahun mendatang, jumlahnya akan berlipatganda.
Banyak siswa telah bertanya pada Saya, sila apa yang harus ditaati oleh siswa Zhen Fo Zong. Di dalam sertifikat catur sarana, tertulis : "Yang tersebut di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bersarana dalam agama Buddha, bersarana pada Guru Sejati Maha Vajra Acarya Lian Sheng. Selama hayat masih dikandung badan, bertekad menjunjung tinggi silsilah, menghormati Guru, menghargai Dharma, mengamalkan sadhana. Selama hayat masih dikandung badan, bertekad menaati sila. Selama hayat masih dikandung badan, bertekad melakukan kebajikan, berbakti pada orang tua. Demikianlah hal ini akan dilakukan dengan sungguh-sungguh. Semoga para Buddha Bodhisattva sepuluh alam Dharma menjadi saksi."
Saya sekarang ingin menjelaskan sila-sila dalam Zhen Fo Zong. Salah satu ikrar dalam sertifikat bersarana adalah, menghargai Dharma dan menaati sila dengan sungguh-sungguh seumur hidup. Ini berarti seseorang harus bersedia sepanjang hidupnya dengan sungguh-sungguh menjunjung tinggi Dharma dan dengan serius menjalankan sila. Sila berikut ini adalah Pancasila dalam agama Buddha.
Karena dalam Zhen Fo Zong kita sungguh-sungguh melatih diri sesuai Buddha Dharma, maka kita harus menaati Pancasila, yaitu:
1. Tidak Membunuh
Seseorang harus berwelas asih kepada semua makhluk dan tidak membunuh makhluk hidup. Perwujudan langkah dari komitmen ini adalah melepaskan makhluk hidup.
2. Tidak Mencuri
Seseorang tidak boleh mengambil barang yang bukan merupakan miliknya.
3. Tidak Berzinah
Semua bentuk hubungan seksual tidak diperbolehkan kecuali antara suami dan istri.
4. Tidak Berdusta
Seseorang tidak boleh mengadu domba, menyelewengkan ucapan orang lain, menfitnah orang lain atau Dharma sejati akan berakibat pada akumulasi karma buruk ucapan.
5. Tidak Bermabuk-mabukan
Seseorang tidak boleh mabuk atau kehilangan kesadaran karena minuman yang memabukkan.
Ini adalah sila dasar Zhen Fo Zong termasuk juga di dalam agama Buddha itu sendiri. Sadhaka Zhen Fo Zong adalah seorang Buddhis, oleh sebab itu harus mematuhi sila. Sebagai tambahan, melatih Buddha Dharma harus berbakti kepada orang tua, menghormati guru, dan rekan-rekan se-Dharma, ini adalah sikap dasar sebagai seorang manusia. Seorang siswa yang tidak menaati sila akan membuat catur sarananya menjadi tidak berguna dan mengakibatkan sertifikat bersarana menjadi sehelai kertas tak bernilai.
Bagi siswa Zhen Fo Zong yang menaati Pancasila dan menjalankan Kusala Karmapatha1, semoga mereka diberkati sehingga:
1. Mereka tidak mempunyai musuh yang membenci, mereka dijauhi dari penyakit, berusia panjang, dan berbahagia, damai dan beruntung.
2. Semua anggota keluarga menjadi harmonis, tanpa perselisihan dan umpatan, serta dihormati oleh orang banyak.
3. Mereka tidak akan menemui kecelakaan, bencana atau kematian sebelum waktunya.
4. Segenap dewata dan makhluk suci berkenan melindungi mereka, membimbing mereka untuk menghormati dan bersarana pada Sang Tri Ratna (Buddha, Dharma dan Sangha) dan memberkati mereka untuk teguh menapaki jalan Bodhi (jalan penerangan).
5. Mereka semua mempunyai ladang kebajikan dan kesejahteraan.
Dikarenakan tidak semua orang bersikap bijaksana, akan ada orang yang melanggar sila. Jika orang demikian ingin bertobat, maka mereka perlu menekuni sadhana pertobatan. Ini memerlukan tekad untuk membuat suatu pengakuan dan bertobat (dari dasar hati) di hadapan Buddha dan Guru atas semua perbuatan yang telah dilakukan.
Hampir tak terhitung banyaknya karma buruk yang dilakukan umat manusia. Sebagai contoh, banyak orang yang tidak percaya hukum sebab akibat atau tidak percaya adanya hukum karma. Mereka sering berkata, "Saya tidak percaya apapun." Ucapan demikian menggambarkan ego yang terlalu tinggi. Sikap ini dengan cepat berubah menjadi sikap seenaknya sendiri, membiarkan dirinya berbuat karma buruk. Banyak orang tidak percaya apapun disebabkan oleh harga dirinya, kelebihannya, kekayaannya, statusnya, usia panjangnya atau tidak adanya penyakit serius yang dideritanya. Buddha Sakyamuni suatu ketika menasihati kita untuk tidak angkuh karena keangkuhan akan melahirkan sikap seenaknya sendiri dan sikap ini cenderung mengakibatkan seseorang untuk menciptakan karma buruk.
Di dunia ini sedikit sekali orang yang bijaksana, tapi banyak sekali orang tidak bijaksana. Perilaku orang tidak bijaksana ini disebabkan oleh kebodohannya. Sekali saja seseorang berteman dengan orang berkebiasaan buruk, mudah sekali untuk berbuat buruk yang sama. Karenanya, kita hendaknya berhati-hati memilih teman. Jauhi orang yang mempunyai kebiasaan buruk karena sekali saja kita mengikuti mereka, bibit untuk mengikuti mereka lagi akan tertanam dan kita mungkin tidak sadar untuk terus melakukan karma buruk.
Keinginan yang tak pernah puas juga merupakan salah satu karakteristik kecenderungan dalam diri manusia. Hawa nafsu yang tak pernah puas adalah penyebab utama manusia untuk melakukan karma buruk. Sebagai contoh, keinginan akan nafsu seksual. Semua orang menyukai kecantikan ragawi dan terkadang seseorang tergoda untuk melakukan sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan. Bibit dari nafsu yang tak pernah puas, sulit untuk dikendalikan. Sadhaka Tantra harus melatih Visualisasi Kesunyataan dan Visualisasi Asubha2 untuk mengalihkan nafsu seksual yang berlebihan. Tanpa berlatih demikian, bahkan seorang bhiksu dan penganut Taois yang senior pun akan mengalami mimpi basah di malam hari. Jika seseorang tidak menuruti nafsu seksualnya, maka dia sungguh-sungguh adalah sadhaka suci. Jika seseorang menuruti nafsu seksnya tanpa terkendali, maka ia akan melakukan karma buruk. Keinginan yang tak pernah puas akan kekayaan juga salah. Pepatah Tiongkok mengatakan, Manusia mati karena harta, burung mati karena makanan. Keserakahan akan kekayaan melebihi apa yang dibutuhkan adalah bibit dari kekesalan dan kekuatiran. Sadhaka harus mengerti bahwa pikiran yang puas adalah kebahagiaan abadi. Mempunyai pikiran yang puas akan menghentikan keserakahan seseorang. Tanpa keserakahan, karakter moral seseorang akan mulia.
Begitu pula jika seseorang melukai orang lain karena kecemburuan, maka batinnya akan selalu dalam kekesalan.
Lebih lanjut, pelanggaran terberat yang dapat dilakukan seseorang adalah Panca Akusala Garukha Karma, seperti menghancurkan stupa Buddha atau vihara, membakar buku kebajikan atau kitab Sutra, merusak pratima Buddha, mencuri barang milik Tri Ratna. Menjelekkan Buddha Dharma, menghina dan memaki ajaran suci, mencelakai sadhaka yang berlatih Dharma yang benar. Membunuh atau mencelakai orang tua, melukai tubuh Buddha, memecahbelah Sangha, membunuh Arahat. Menyebarkan isu bahwa tidak ada hukum karma, kerap melakukan sepuluh karma buruk, inilah Panca Akusala Garukha Karma yang sangat berat.
Bagi yang telah melakukan perbuatan ini, harus segera bertobat dan
menyebarluaskan Dharma untuk membimbing manusia di dunia. Mereka harus menggunakan Dharma untuk menaklukkan Mara3 pikiran. Mereka harus memutar roda Dharma dan menjalani Sad Paramita4 untuk melenyapkan sepuluh perbuatan karma buruk dan menaklukkan keserakahan, kebencian, dan kebodohan batin.
Jika mereka melakukan ini maka semua kekesalan dan kesengsaraan akan berakhir dan sifat jati diri akan bercahaya dan menjadi murni.
Siswa Zhen Fo Zong akhirnya akan memperoleh kebijaksanaan besar untuk mengetahui kehidupan lampau diri sendiri dan orang lain. Mereka akan mempu mengingat ratusan dan ribuan dari kehidupan lampau mereka, menjalani Dharma yang diwariskan oleh Tathagatha, berbuat kebajikan secara spontan dan melayani Guru. Mereka akan menjauhkkan diri dari karma buruk, selamanya berlatih Dharma sejati. Akibatnya, mereka akan merasa bahagia dan tenteram pada tubuh dan pikiran mereka. Penampilannya akan sempurna dan mereka akan mampu menunjukkan berbagai metode luar biasa untuk melindungi dan menjaga makhluk hidup, sehingga semua makhluk hidup akan secepatnya mencapai kebuddhaan.
Berikut ini ada lima langkah Sadhana Pertobatan:
1. Mengundang kehadiran dua puluh satu Buddha untuk menjadi saksi atas pertobatan.
2. Bervisualisasikan para Buddha memancarkan cahaya dan melenyapkan rintangan.
Kekuatan dari dua puluh satu Buddha dapat melenyapkan karma buruk dan memberikan pemberkatan. Ini adalah pahala sejati dari pengundangan dua puluh satu Buddha, Sadhaka bervisualisasi dalam meditasinya muncul dua puluh satu Buddha di angkasa. Setiap Buddha memancarkan cahaya tak terbatas melalui pori-pori. Cahayanya mula-mula memancar dari pori-pori wujud Buddha kemudian menyebar luas. Cahaya tersebut saling berbaur menghasilkan warna yang tak terhitung banyaknya. Pancaran cahaya mengubah dunia di sepuluh penjuru menjadi alam suci. Kelima kotoran duniawi (kekotoran kalpa, pandangan, penderitaan, makhluk hidup dan kehidupan) terpancar oleh cahaya Buddha. Cahaya yang dipancarkan oleh dua puluh satu Buddha, pertama-tama menyinari kekotoran dunia dan mengubahnya menjadi alam suci. Kemudian menyinari makhluk hidup dan melenyapkan karma buruknya seperti Akusala Karmapatha, Garukha Karma, memfitnah Tri Ratna, tidak sopan kepada Guru, tidak menghormati orang tua. Mereka yang ditakdirkan untuk jatuh ke dalam tiga alam samsara (neraka, preta dan hewan) akan terbebaskan karena cahaya dari dua puluh satu Buddha. Akhirnya, cahaya tersebut memancari sadhaka untuk melenyapkan karma buruknya. Dikarenakan pemberkatan dari cahaya Buddha, sadhaka akan berbahagia, tulus, penuh dengan prajna dan keberuntungan dan mempunyai penampilan bagaikan Buddha. Dia akan senantiasa melihat Buddha dari sepuluh penjuru dan tiga masa.
3. Menjapa nama agung dan mantra.
Ketika sadhaka merasakan cahaya, mereka harus dengan tulus menyebut nama agung dua puluh satu Buddha dan kemudian menjapa 108 kali atau 1080 kali Mantra Sapta Tathagata Pelenyap Karma Buruk.
4. Mudra.
Tangan kiri mengepal dan diletakkan dekat pinggang. Telapak tangan kanan terbuka dan kelima jari dijulurkan keluar seolah-olah kelima sinar memancar keluar secara alamiah. Telapak tangan kanan diletakkan di depan dada.
5. Pelimpahan jasa.
“Semua karma burukku yang terkumpul selama kehidupan lampau yang tak terhitung lamanya yang seharusnya membuatku terlahir di alam neraka, alam preta, alam hewan atau asura atau ke dalam astavaksana5. Tetapi dengan mengamalkan Dharma dan bertobat, semua pelanggaran dan karma buruk dapat terhapus. Semua akibat yang tidak diinginkan tidak akan muncul. Bagaikan semua Maha Bodhisattva yang berlatih di jalan ke-Buddha-an dan bertobat atas segala pelanggaranku tanpa ada yang ditutupi. Saya berharapsemua pelanggaranku sepenuhnya diampuni dan bersumpah untuk tidak melakukan pelanggaran lagi di masa mendatang. Semoga dua puluh satu Buddha menjadi saksi.
Kelima langkah di atas adalah Sadhana Pertobatan mendasar dalam Zhen Fo Zong. Mereka yang berlatih Sadhana Pertobatan harus pada saat yang bersamaan berlatih Catur Prayoga. Dengan mengikuti tata caranya, pelanggaran seseorang akan dihapuskan dan memperoleh berkah tak terbatas.
(Sumber: Buku Lu Sheng-yen “Maha Sadhana Vajra Ling Xian” hal.139)
1Sepuluh perbuatan baik: tidak membunuh, tidak mencuri, tidak berzinah, tidak berdusta, tidak mengadu domba, tidak berbicara kasar, tidak berbicara cabul, tidak serakah, tidak membenci/mendendam, dan tidak berpandangan salah
2Bervisualisasi objek yang dilihat adalah hal yang kotor menjijikkan.
3Mara melambangkan nafsu yang menguasai menusia maupun segala sesuatu yang berakibat terhalangnya akar dan kemajuan dari jalan menuju kebenaran.
4Enam Cara Menyeberang ke Pantai Seberang: Dana Paramita (beramal), Sila Paramita (menaati sila), Ksanti Paramita (kesabaran), Virya Paramita (semangat), Dhyana Paramita (meditasi), Prajna Paramita (kebijakanaan)
5Delapan Kondisi Tidak Menguntungkan: alam neraka, alam preta (setan kelaparan), alam binatang, Uttakuru (benua utara dimana semuanya sangat menyenangkan), usia panjang di alam dewa (dimana masa kehidupan sangat panjang dan penuh kenikmatan), sebagai orang tuli, buta dan bisu, sebagai seorang filsafat, masa jeda antara dua Buddha dimana sangat sulit untuk bertemu Buddha dan mendengarkan Dharma.
Sumber : tbsn.org
14 Mula Sila Tantrayana
密教根本十四大戒
Sila dalam Tantrayana lebih ketat dibandingkan dengan sila non Tantra, Tantrayana diawali dengan 14 Mula Sila Tantrayana. Sehingga semua sadhaka vajrayana wajib memahami dan menaati dengan sepenuh hati sila dari Vajra Tantra. Terutama tidak boleh melanggar 14 Mula Sila Tantrayana.
1. Tidak menghormati Mulacarya melalui ucapan, pikiran dan perbuatan.
Penjelasan: Mulacarya mewakili Buddha membabarkan Dharma, merupakan perwujudan dari Tri Ratna. Dalam Tantrayana, Catur Sarana yang pertama adalah bersarana kepada Mulacarya, untuk itu sehari-hari hendaknya memperlakukan Mulacarya layaknya seorang Buddha. Sebelum bersarana, hendaknya seorang siswa terlebih dahulu memahami Mulacarya, agar tidak terjadi penyesalan di kemudian hari, yang mengakibatkan tidak menghormati Mulacarya melalui ucapan, pikiran dan perbuatan. Begitu bersarana, hendaknya menghormati serta menghargai Mulacarya, dengan demikian akan memperoleh karma baik dan kelak mencapai keberhasilan dalam mempelajari Buddha Dharma. Sebaiknya apabila mengecam Mulacarya, berarti telah melanggar sila ke-1 dari '14 Mula Sila Tantrayana' dan kelak akan terjerumus ke dalam Neraka Vajra. Bila setelah bersarana kepada mulacarya ternyata Mulacarya tersebut memang tidak benar, dan tidak memiliki kemampuan dalam Buddha Dharma, maka jauhilah Mulacarya tersebut dan bersarana kepada Mulacarya lain yang sejati. Namun sebagai seorang sadhaka Vajrayana, janganlah mengecam mantan Mulacarya tersebut.
2. Tidak mematuhi Tata Sila dalam Tantra maupun non Tantra.
Penjelasan: Dalam Tantrayana maupun non Tantra terdapat banyak sila, dan sila-sila ini bermaksud untuk mencegah umat Buddha melakukan perbuatan jahat, antara lain Pancasila Budhis, Kusala Karmapatha dan 250 sila. Kekuatan yang diperoleh dari mematuhi sila disebut kekuatan sila. Sadhaka Vajrayana wajib mematuhi Tata Sila dalam Tantrayana maupun non Tantra.
3. Menaruh dendam pada sadhaka sedharma.
Penjelasan: Sesama saudara sedharma baik Tantra maupun non Tantra, hendaknya tidak menaruh rasa dendam ataupun menghujat. Oleh sebab itu dalam Satya Buddhagama terdapat sila yang amat penting, yaitu 'Menghormati saudara sedharma dan menghormati Mulacarya'.
4. Tidak memiliki maitri karuna.
Penjelasan: Sadhaka Vajrayana hendaknya memiliki maitri karuna, janganlah beriri hati.
5. Gentar akan kesulitan dan meninggalkan Bodhicitta.
Penjelasan: Hendaknya memiliki maitri karuna dalam upaya membebaskan sesama mahluk dari samsara, sekalipun terhadap insan yang berwatak jahat. Tidak gentar dan tidak patah semangat dengan menyadarkan bahwa semua mahluk memiliki sifat Buddha. Gentar terhadap kesulitan akan mengakibatkan lenyapnya Bodhicitta, padahal dalam mengembangkan Bodhicitta yang utama adalah membantu bebaskan sesama mahluk dari samsara.
6. Mengecam sutra Tantrayana maupun non Tantra bukan berasal dari Buddha.
Penjelasan: Dewasa ini di kalangan masyarakat banyak orang mengecam bahwa sutra yang ini palsu, sutra yang itu palsu. Hendaknya jangan sembarangan memberi komentar bila belum mengerti dengan jelas, sebab salah komentar dalam hal ini merupakan kecaman yang juga melanggar sila.
7. Mengajari Sadhana Tantra tanpa memiliki kwalifikasi.
Penjelasan: Hanya orang yang meiliki kwalifikasi seorang Acarya, yang telah diakui keabsahannya oleh seorang Mulacarya dan Adinata, baru diperkenankan mengajari Sadhana Tantra, dan itupun setelah ia mampu melebur dalam samudera kemurnian sifat Vairocana. Jadi kalau belum memperoleh abhiseka dan keabsahan dari Mulacarya, seseorang tidak diperkenankan mengajari Sadhana Tantra.
8. Melekat pada panca skandha yang merugikan sesama.
Penjelasan: Seorang Vajracarya layaknya seorang Buddha, dan sadhaka Vajrayana juga layaknya Pewaris Dharma. Perbuatan merugikan orang lain dan menyakiti diri sendiri yang penuh dengan kemelekatan pada panca skandha, semua ini tidak sesuai dengan vinaya Buddha Dharma.
9. Mengabaikan sunya dan ada.
Penjelasan: Sunya dan ada kedua-duanya amat penting. Dan jangan mengabaikan upaya pelatihan mencapai sunyata.
10. Bersekutu dengan orang yang mengecam Buddhadharma dan merugikan sesama.
Penjelasan: Sila ke-10 ini kelihatannya bertentangan dengan sila ke-5, sebenarnya tidak demikian. Kita boleh berupaya membantu bebaskan mereka yang mengecam Buddhadharma agar meninggalkan samsara, begitu pula mereka yang perbuatannya merugikan orang banyak; namun kita tidak bersekutu dengan mereka, artinya kita tidak melibatkan diri dengan perbuatan mereka, juga tidak bersenda gurau dengan mereka.
11. Memamerkan kekuatan spiritual dan melupakan makna mulia sebenarnya.
Penjelasan: Sering memamerkan kekuatan spiritual pribadi, dan telah melupakan makna mulia semula belajar Sadhana Tantra, yaitu mencapai ke-Buddha-an, membantu bebaskan sesama mahluk dari samsara serta mengembangkan Bodhicitta.
12. Tidak mengajarkan Sadhana Tantra yang sejati berarti merusak akar kebajikan.
Penjelasan: Seorang Acarya yang sejati wajib mengajarkan Sadhana Tantra yang sejati pula, dan membantu bebaskan sesama mahluk dari samsara. Kalau tidak, maka ia telah merusak akar kebajikan dan termasuk melanggar sila.
13. Tidak memiliki Dharmayudam yang lengkap.
Penjelasan: Setiap pelatihan dan pengajaran Sadhana Tantra harus menyediakan perlengkapan Dharmayudam yang komplit, agar tidak melanggar sila.
14. Mengecam kebijaksanaan kaum wanita.
Penjelasan: Tidak mengecam kebijaksanaan kaum wanita, berarti menjalani konsep persamaan derajat.
Demikianlah 14 Mula Sila Tantrayana. Seorang sadhaka yang telah menerima abhiseka, wajib memahami dan mematuhi 14 Mula Sila Tantrayana; kalau tidak, berarti telah melanggar Tata Dharma, dan menekuni ilmu sesat.
(Sumber: Buku Lu Sheng-yen "Pencerahan Maha Guru" hal.179)
Sila dalam Tantrayana lebih ketat dibandingkan dengan sila non Tantra, Tantrayana diawali dengan 14 Mula Sila Tantrayana. Sehingga semua sadhaka vajrayana wajib memahami dan menaati dengan sepenuh hati sila dari Vajra Tantra. Terutama tidak boleh melanggar 14 Mula Sila Tantrayana.
1. Tidak menghormati Mulacarya melalui ucapan, pikiran dan perbuatan.
Penjelasan: Mulacarya mewakili Buddha membabarkan Dharma, merupakan perwujudan dari Tri Ratna. Dalam Tantrayana, Catur Sarana yang pertama adalah bersarana kepada Mulacarya, untuk itu sehari-hari hendaknya memperlakukan Mulacarya layaknya seorang Buddha. Sebelum bersarana, hendaknya seorang siswa terlebih dahulu memahami Mulacarya, agar tidak terjadi penyesalan di kemudian hari, yang mengakibatkan tidak menghormati Mulacarya melalui ucapan, pikiran dan perbuatan. Begitu bersarana, hendaknya menghormati serta menghargai Mulacarya, dengan demikian akan memperoleh karma baik dan kelak mencapai keberhasilan dalam mempelajari Buddha Dharma. Sebaiknya apabila mengecam Mulacarya, berarti telah melanggar sila ke-1 dari '14 Mula Sila Tantrayana' dan kelak akan terjerumus ke dalam Neraka Vajra. Bila setelah bersarana kepada mulacarya ternyata Mulacarya tersebut memang tidak benar, dan tidak memiliki kemampuan dalam Buddha Dharma, maka jauhilah Mulacarya tersebut dan bersarana kepada Mulacarya lain yang sejati. Namun sebagai seorang sadhaka Vajrayana, janganlah mengecam mantan Mulacarya tersebut.
2. Tidak mematuhi Tata Sila dalam Tantra maupun non Tantra.
Penjelasan: Dalam Tantrayana maupun non Tantra terdapat banyak sila, dan sila-sila ini bermaksud untuk mencegah umat Buddha melakukan perbuatan jahat, antara lain Pancasila Budhis, Kusala Karmapatha dan 250 sila. Kekuatan yang diperoleh dari mematuhi sila disebut kekuatan sila. Sadhaka Vajrayana wajib mematuhi Tata Sila dalam Tantrayana maupun non Tantra.
3. Menaruh dendam pada sadhaka sedharma.
Penjelasan: Sesama saudara sedharma baik Tantra maupun non Tantra, hendaknya tidak menaruh rasa dendam ataupun menghujat. Oleh sebab itu dalam Satya Buddhagama terdapat sila yang amat penting, yaitu 'Menghormati saudara sedharma dan menghormati Mulacarya'.
4. Tidak memiliki maitri karuna.
Penjelasan: Sadhaka Vajrayana hendaknya memiliki maitri karuna, janganlah beriri hati.
5. Gentar akan kesulitan dan meninggalkan Bodhicitta.
Penjelasan: Hendaknya memiliki maitri karuna dalam upaya membebaskan sesama mahluk dari samsara, sekalipun terhadap insan yang berwatak jahat. Tidak gentar dan tidak patah semangat dengan menyadarkan bahwa semua mahluk memiliki sifat Buddha. Gentar terhadap kesulitan akan mengakibatkan lenyapnya Bodhicitta, padahal dalam mengembangkan Bodhicitta yang utama adalah membantu bebaskan sesama mahluk dari samsara.
6. Mengecam sutra Tantrayana maupun non Tantra bukan berasal dari Buddha.
Penjelasan: Dewasa ini di kalangan masyarakat banyak orang mengecam bahwa sutra yang ini palsu, sutra yang itu palsu. Hendaknya jangan sembarangan memberi komentar bila belum mengerti dengan jelas, sebab salah komentar dalam hal ini merupakan kecaman yang juga melanggar sila.
7. Mengajari Sadhana Tantra tanpa memiliki kwalifikasi.
Penjelasan: Hanya orang yang meiliki kwalifikasi seorang Acarya, yang telah diakui keabsahannya oleh seorang Mulacarya dan Adinata, baru diperkenankan mengajari Sadhana Tantra, dan itupun setelah ia mampu melebur dalam samudera kemurnian sifat Vairocana. Jadi kalau belum memperoleh abhiseka dan keabsahan dari Mulacarya, seseorang tidak diperkenankan mengajari Sadhana Tantra.
8. Melekat pada panca skandha yang merugikan sesama.
Penjelasan: Seorang Vajracarya layaknya seorang Buddha, dan sadhaka Vajrayana juga layaknya Pewaris Dharma. Perbuatan merugikan orang lain dan menyakiti diri sendiri yang penuh dengan kemelekatan pada panca skandha, semua ini tidak sesuai dengan vinaya Buddha Dharma.
9. Mengabaikan sunya dan ada.
Penjelasan: Sunya dan ada kedua-duanya amat penting. Dan jangan mengabaikan upaya pelatihan mencapai sunyata.
10. Bersekutu dengan orang yang mengecam Buddhadharma dan merugikan sesama.
Penjelasan: Sila ke-10 ini kelihatannya bertentangan dengan sila ke-5, sebenarnya tidak demikian. Kita boleh berupaya membantu bebaskan mereka yang mengecam Buddhadharma agar meninggalkan samsara, begitu pula mereka yang perbuatannya merugikan orang banyak; namun kita tidak bersekutu dengan mereka, artinya kita tidak melibatkan diri dengan perbuatan mereka, juga tidak bersenda gurau dengan mereka.
11. Memamerkan kekuatan spiritual dan melupakan makna mulia sebenarnya.
Penjelasan: Sering memamerkan kekuatan spiritual pribadi, dan telah melupakan makna mulia semula belajar Sadhana Tantra, yaitu mencapai ke-Buddha-an, membantu bebaskan sesama mahluk dari samsara serta mengembangkan Bodhicitta.
12. Tidak mengajarkan Sadhana Tantra yang sejati berarti merusak akar kebajikan.
Penjelasan: Seorang Acarya yang sejati wajib mengajarkan Sadhana Tantra yang sejati pula, dan membantu bebaskan sesama mahluk dari samsara. Kalau tidak, maka ia telah merusak akar kebajikan dan termasuk melanggar sila.
13. Tidak memiliki Dharmayudam yang lengkap.
Penjelasan: Setiap pelatihan dan pengajaran Sadhana Tantra harus menyediakan perlengkapan Dharmayudam yang komplit, agar tidak melanggar sila.
14. Mengecam kebijaksanaan kaum wanita.
Penjelasan: Tidak mengecam kebijaksanaan kaum wanita, berarti menjalani konsep persamaan derajat.
Demikianlah 14 Mula Sila Tantrayana. Seorang sadhaka yang telah menerima abhiseka, wajib memahami dan mematuhi 14 Mula Sila Tantrayana; kalau tidak, berarti telah melanggar Tata Dharma, dan menekuni ilmu sesat.
(Sumber: Buku Lu Sheng-yen "Pencerahan Maha Guru" hal.179)
Bersarana Harus Mengabdi pada Guru
皈依要事師
Banyak orang merasa sangat heran, nama Dharma Maha Guru Lu Sheng-yen adalah Lian Sheng, sedangkan nama Dharma siswa-siswa-Nya diawali dengan kata "Lian". Bukankah ini sangat aneh? Menurut tradisi pada umumnya, nama Dharma Sang Guru memiliki kata depan yang berbeda dengan nama Dharma sang siswa, misalnya Guru saya adalah Bhiksu Yin Shun, sedangkan nama Dharma saya adalah Hui Yan. Ketika saya berguru pada Bhiksu Le Guo, nama Dharma saya adalah Dao Yan, dan lain sebagainya.
Sesungguhnya, saya menyamakan nama Dharma saya dengan siswa saya, alasannya ada 3:
Pertama, tingkat keberhasilan yang sama. Saya berharap tingkat keberhasilan sadhana semua siswa saya sama dengan saya, semuanya dapat menyeberang ke dunia kolam teratai.
Kedua, prinsip persamaan. Saya tidak membuat nama Dharma saya berbeda dengan nama Dharma siswa-siswa saya, siswa-siswa saya tidak berbeda dengan saya, kita adalah penyatuan dari Tri Ratna, supaya bisa lebih dekat lagi, Dharma dari Maha Guru langsung diturunkan kepada siswa-Nya, semuanya mencicipi manfaat Dharma, baik siswa yang dekat maupun yang jauh, sama-sama mendapatkan manfaat Dharma.
Ketiga, guru-siswa adalah satu keluarga. Pada dasarnya saya sudah mempunyai konsep bahwa bila sang siswa memperoleh Dharma yang agung dalam sadhananya, kadang-kadang bisa menonjol bahkan melebihi, saya berharap sadhana setiap siswa-siswa saya dapat mengungguli diri saya, oleh karena itu saya menyamakan nama Dharma siswa-siswa saya dengan saya, berarti guru dan siswa adalah satu keluarga, juga berarti bisa lebih dekat.
Di saat yang bersamaan, saya Sang Maha Guru ini, sama sekali tidak ada profil sebagai Maha Guru, apapun terserah. Sementara beberapa siswa-siswa Saya menganggap saya, Sang Guru ini seperti layaknya teman, apapun terserah, tidak bisa dibedakan mana sang Guru, mana sang siswa. Saya juga tidak punya wibawa apa-apa, juga tidak menurunkan perintah, semuanya terserah, begitulah saya sang Guru ini.
Namun, sikap saya terhadap Guru saya sendiri, justru berbeda, begitu bertemu Guru saya, saya pasti memandang-Nya sebagai layaknya Buddha, kedua kaki saya langsung bersujud, kepala menyentuh lantai, kedua tangan diulurkan, langsung melalukan maha namaskara, saya menghormati Guru saya berdasarkan tata krama seorang siswa, di saat bersamaan, bila Guru berada di dekat saya, saya langsung memberikan sendiri persembahan kepada Guru saya, kalau Guru berada di tempat yang jauh, saya tetap mengirim persembahan kepada Guru saya lewat pos. Inilah tata krama saya sendiri dalam mengabdi pada Guru saya.
Terhadap Guru saya, saya selalu mengenang, sehari menjadi guru, seumur hidup adalah guru, setiap kali melakukan ritual pagi dan malam, itulah saatnya saya mengenang Guru saya, saya juga sangat menghargai Dharma yang diwariskan oleh Guru saya.
Buddha Dharma itu sendiri sangat mementingkan tata krama, oleh karena itu di dalam Gatha Parinamana dan Prasetya Asvagosha Bodhisattva terdapat "Gurupancasika", inilah tata krama siswa dalam menghormati Sang Guru. Saya menuliskannya karena saya merasa yang bisa menjalankan, usahakanlah untuk menjalankannya, kalau yang tidak sanggup menjalankan, terserah jodoh saja, marilah kita simak apa yang tersebut di dalam "Gurupancasika". Bagaimana seorang siswa yang telah bersarana baru dianggap sesuai dengan kriteria sebagai seorang siswa.
Penjelasan dari "Gurupancasika" adalah sebagai berikut: (kitab ini diperoleh dari vihara pusatnya)
Pengarang asli: Asvagosha Bodhisattva
Dijelaskan oleh: Acharya Pu-fang
Ditulis oleh: Yuan-kou. Penjelasan naskah ini adalah usul dari penulis.
1. Seorang siswa harus mengingat Guru dan melakukan Namaskara kepada Guru 3 kali setiap harinya (pagi, siang, senja). Dengan rasa hormat seperti kepada Sang Buddha.
2. Berdana bunga ke altar, melakukan Maha Namaskara kepada Guru.
3. Guru yang seorang bhiksu maupun yang bukan, atau yang baru menerima sila lengkap, jika berada di hadapan rupang, atau kitab suci, harus diberikan penghormatan, jangan mencurigainya dan mempunyai pikiran jahat.
4. Melaksanakan tugas yang diberikan Guru dengan setulus hati, memahami sopan santun yang selalu memberikan tempat utama kepada Guru.
5. Teliti terlebih dahulu sebelum berguru, apakah cocok sebagai guru bimbingan. Seorang gurupun harus memperhatikan calon siswa, apakah mampu dibina, apabila tidak, sama-sama melanggar sila, yaitu meremehkan sila.
6. Mudah emosi, tidak memiliki welas asih, serakah dan suka kemewahan, sombong dan suka memuji diri sendiri, untuk guru yang seperti ini, kita tidak perlu berlindung kepadanya, maka sebelum berlindung seharusnya memahami sifat dan kebiasaaan Guru dengan jelas.
7. Memiliki Metta Karuna, Bijaksana serta mentaati sila, bisa menjaga kehormatan diri sendiri, tidak memihak dan jujur, mengerti semua Dharma, demikianlah seharusnya seorang guru yang baik. Oleh karena itu harus meneliti sebelum berguru.
8. Mengerti semua Dharma, serta telah mencapai Dasa Bhumi Bodhisattva, tidak ternoda oleh ke-enam indra, serta tidak memiliki kilesa, demikianlah seharusnya seorang Guru yang baik.
9. Seorang siswa (yang meminta Dharma) tidak boleh menfitnah Guru, karena menfitnah Guru bagaikan menfitnah Sang Buddha, pasti berakibat penderitaan.
10. Menfitnah Guru adalah tindakan yang sangat bodoh, karena segera akan menerima akibatnya, yaitu makhluk halus akan merasuki dirinya, pasti menderita sakit sehingga tidak dapat bebas.
11. Menfitnah Guru juga bisa melanggar hukum duniawi, terluka oleh racun, terkena bencana banjir, kebakaran, perampokan, segala makhluk halus memberikan malapetaka.
12. Menfitnah Guru akan mendatangkan rintangan dari makhluk halus, setelah meninggal masuk ke alam samsara, yaitu alam neraka, alam preta (setan kelaparan), dan alam binatang.
13. Seorang siswa bila melaksanakan tugas dari Guru, jangan menyulitkan Guru (menambah keruwetan). Kalau menyimpang dari petunjuk Guru bahkan menghianati Guru akan masuk ke neraka Avici.
14. Neraka Avici adalah neraka yang paling sengsara, karena menfitnah Guru, bisa berakibat begitu menakutkan, dengan penderitaan yang tiada habisnya.
15. Seorang siswa harus membantu Guru yang menyebarkan Dharma yang benar dengan setulus hati, bila ada niat meremehkan sama dengan melanggar sila-sila yang tersebut di atas.
16. Sepenuh hati berdana kepada Guru, menghormati Guru, karena dengan pemberkatan dari Guru baru dapat melenyapkan rintangan dan kilesa.
17. Seorang Tantrika, nyawapun bersedia dikorbankan apalagi hanya harta benda, oleh karena itu, orang yang suka memberi persembahan dengan rela adalah orang yang memiliki kesejahteraan (kebahagiaan)
18. Seorang pelaksana bila belum menjumpai seorang Guru, maka tidak akan dapat mencapai kebuddhaan, oleh karena itu, keberhasilan seorang pelaksana adalah berkat jasa dan anugerah dari Guru.
19. Melayani Guru adalah tekad awal seorang siswa yang sama pentingnya dengan memberikan persembahan kepada Sang Buddha.
20. Guru juga mewakili Tri Ratna, oleh karena itu memberikan persembahan yang terbaik kepada Guru akan mendapat pahala yang tiada taranya.
21. Memberikan persembahan kepada Guru dan Sang Buddha adalah ladang jasa yang terbaik, sehingga mempercepat pencapaian kebodhian.
22. Menghormati Guru secara tulus, penuh kesabaran, jujur, pasti memperoleh kebijaksanaan berasal dari Sang Buddha.
23. Jangan menginjak bayangan Guru, dan jangan duduk di ranjang Guru, serta jangan menggunakan peralatan yang sering dipakai Guru, semua ini termasuk sila.
24. Dengan senang hati menerima ajaran Guru, kalau tidak sanggup boleh menyampaikan alasannya secara baik-baik.
25. Karena diajarkan Guru, siswa baru dapat mencapai keberhasilan, maka Guru adalah ladang jasa yang terbaik, oleh karena itu seorang siswa jangan melanggar perintah Guru.
26. Menjaga harta benda Guru sama seperti jiwa sendiri dan tidak boleh pemborosan. Menghormati orang yang dihormati Guru dan menghormati sanak saudaranya serta jangan meremehkannya.
27. Di hadapan Guru harus berpenampilan rapi, tidak boleh ada tingkah laku yang aneh-aneh dan kurang sopan seperti mengangkat kaki, bertolak pinggang.
28. Penampilan siswa Sang Buddha harus rapi, saat duduk kaki tidak boleh dilonjorkan, bila Guru berdiri harus segera ikut berdiri.
29. Jalan yang akan dilalui Guru, siswa sebaiknya berdiri di samping, dan dengan hormat menyambut dan mengantarnya. Bila Guru batuk, membuang ingus, juga tidak boleh merasa jijik.
30. Di hadapan Guru tidak boleh berbisik-bisik, semua tindakan yang kurang sopan, harus dihilangkan.
31. Sikap menerima petunjuk dari Guru harus tenang dan menghormati. Saat berjalan di jalanan yang agak berbahaya, siswa seharusnya berjalan di depan.
32. Di hadapan Guru harus bersemangat, tidak lesu. Gerakan yang kurang penting harus dihilangkan, jangan menyandarkan tubuh ke dinding.
33. Sewaktu mencuci pakaian, mandi dan mencuci kaki, sebaiknya memberitahukan Guru, agar tidak terlihat Guru.
34. Tidak boleh menyebut nama Guru sesukanya, bila ada yang bertanya sebaiknya menyebutkan gelarnya.
35. Siap menerima tugas dari Guru, dan selalu mengingat tugas yang diberikan Guru, serta berusaha menyelesaikannya dengan baik.
36. Menutupi mulut dengan tangan apabila ingin tertawa, bersin, batuk. Jika ingin berbicara harus memberi hormat terlebih dahulu.
37. Bila kaum wanita mendengarkan ceramah Dharma, harus berpenampilan rapi, tangan beranjali dan penuh perhatian.
38. Guru mengajarkan Dharma, kaum wanita haru menjalankan dengan cermat, tidak boleh angkuh, mempelajari Dharma dengan sikap bagaikan pengantin wanita yang menundukkan kepala.
39. Kaum wanita belajar Dharma harus bisa menjauhi sikap memamerkan diri dan tidak melekat kepada perhiasan. Segala macam hal yang tidak atau kurang baik harus dijauhi.
40. Belajar budi pekerti Sang Guru, bila Guru melakukan kesalahan kecil, jangan disebarluaskan. Belajar menuruti kehendak Sang Guru baru bisa memperoleh hasil. Kalau selalu membesar-besarkan kesalahan Sang Guru, akan membuat siswa sendiri tidak bisa maju, serta dapat mencelakakan siswa sendiri karena telah meremehkan Sang Guru.
41. Semua masalah yang berkaitan dengan Dharma harus ikuti petunjuk dari Guru, jika tidak memperoleh petunjuk dari Sang Guru, tidak boleh melakukannya.
42. Dana Paramita dari pembabaran Dharma seharusnya diperuntukkan untuk Sang Guru, bila ingin menggunakannya harus memperoleh izin dari Sang Guru.
43. Silsilah Sang Guru harus dijaga, antara sesama siswa tidak diperbolehkan saling mengangkat sesama siswa sebagai Guru, ini adalah silsilah.
44. Memberikan barang kepada Sang Guru harus memberikan dengan dua tangan. Apabila menerima sesuatu dari Sang Guru, juga harus menerima dengan kedua tangan yang melebihi kepala.
45. Siswa Sang Buddha harus belajar dengan sepenuh hati dan terus-menerus, yang tidak sesuai sila jangan dijalankan. Tidak boleh secara sengaja mencari-cari kesalahan Sang Guru.
46. Ajaran Sang Guru harus dilaksanakan semuanya, bila tidak dapat melaksanakan karena sakit, harus dijelaskan secara baik, sehingga tidak melanggar sila.
47. Semua tindakan harus selalu membuat Sang Guru gembira, dengan rajin membantu Sang Guru mengatasi masalah yang sulit. Berdana dan melayani Sang Guru dengan hormat dan rajin. Banyak cara untuk melayani Sang Guru, sehingga tidak dapat disebutkan semua.
48. Demikianlah Sabda Sang Buddha :"Berlindung kepada Guru, akan mendapatkan keberhasilan yang besar."
49. Bagi siswa yang baru berlindung, diharuskan membaca "Gurupancasika" agar tidak melanggar sila.
50. Setelah siswa menerima abhiseka perlindungan, kemudian diberikan pelajaran Tantra agar menjadi sadhana yang benar, juga harus mengajari "14 Sila Pokok Tantrayana", agar semua siswa baru dapat menjalankan semua sila dan menjadi pelaksana Vajrayana yang baik.
"Gurupancasika" ini adalah aturan yang harus dilaksanakan oleh semua Tantrika. Setelah saya memahami "Tata Krama Mengabdi pada Guru" ini, berusaha semaksimal mungkin mematuhinya, melayani dan berdana kepada Guru saya sendiri. Karena semua Dharma Tantra yang saya pelajari, kalau tanpa pewarisan dari Guru saya, bagaimana saya bisa mencapai kesempurnaan dalam sadhana?
Saat ini siswa saya bertambah banyak, di Seattle, panji Dharma telah ditingkatkan agar lebih sempurna. Diharapkan para siswa di seluruh dunia, bersama-sama mempelajari "Gurupancasika" ini, menghormati Sang Guru dan saudara se-Dharma, serta jangan sengaja melanggarnya, meski saya mengikuti kehendak siswa, tetapi Vajra Pelindung Dharma (Dharmapala) yang mengawasi dan melindungi siang dan malam. Barangsiapa yang sengaja melanggarnya, akan mendapatkan akibat buruk, saat itu, bahkan sayapun tidak dapat menolongnya.
(Sumber: Buku Lu Sheng-yen "Sadhaka Seattle" hal.91)
Banyak orang merasa sangat heran, nama Dharma Maha Guru Lu Sheng-yen adalah Lian Sheng, sedangkan nama Dharma siswa-siswa-Nya diawali dengan kata "Lian". Bukankah ini sangat aneh? Menurut tradisi pada umumnya, nama Dharma Sang Guru memiliki kata depan yang berbeda dengan nama Dharma sang siswa, misalnya Guru saya adalah Bhiksu Yin Shun, sedangkan nama Dharma saya adalah Hui Yan. Ketika saya berguru pada Bhiksu Le Guo, nama Dharma saya adalah Dao Yan, dan lain sebagainya.
Sesungguhnya, saya menyamakan nama Dharma saya dengan siswa saya, alasannya ada 3:
Pertama, tingkat keberhasilan yang sama. Saya berharap tingkat keberhasilan sadhana semua siswa saya sama dengan saya, semuanya dapat menyeberang ke dunia kolam teratai.
Kedua, prinsip persamaan. Saya tidak membuat nama Dharma saya berbeda dengan nama Dharma siswa-siswa saya, siswa-siswa saya tidak berbeda dengan saya, kita adalah penyatuan dari Tri Ratna, supaya bisa lebih dekat lagi, Dharma dari Maha Guru langsung diturunkan kepada siswa-Nya, semuanya mencicipi manfaat Dharma, baik siswa yang dekat maupun yang jauh, sama-sama mendapatkan manfaat Dharma.
Ketiga, guru-siswa adalah satu keluarga. Pada dasarnya saya sudah mempunyai konsep bahwa bila sang siswa memperoleh Dharma yang agung dalam sadhananya, kadang-kadang bisa menonjol bahkan melebihi, saya berharap sadhana setiap siswa-siswa saya dapat mengungguli diri saya, oleh karena itu saya menyamakan nama Dharma siswa-siswa saya dengan saya, berarti guru dan siswa adalah satu keluarga, juga berarti bisa lebih dekat.
Di saat yang bersamaan, saya Sang Maha Guru ini, sama sekali tidak ada profil sebagai Maha Guru, apapun terserah. Sementara beberapa siswa-siswa Saya menganggap saya, Sang Guru ini seperti layaknya teman, apapun terserah, tidak bisa dibedakan mana sang Guru, mana sang siswa. Saya juga tidak punya wibawa apa-apa, juga tidak menurunkan perintah, semuanya terserah, begitulah saya sang Guru ini.
Namun, sikap saya terhadap Guru saya sendiri, justru berbeda, begitu bertemu Guru saya, saya pasti memandang-Nya sebagai layaknya Buddha, kedua kaki saya langsung bersujud, kepala menyentuh lantai, kedua tangan diulurkan, langsung melalukan maha namaskara, saya menghormati Guru saya berdasarkan tata krama seorang siswa, di saat bersamaan, bila Guru berada di dekat saya, saya langsung memberikan sendiri persembahan kepada Guru saya, kalau Guru berada di tempat yang jauh, saya tetap mengirim persembahan kepada Guru saya lewat pos. Inilah tata krama saya sendiri dalam mengabdi pada Guru saya.
Terhadap Guru saya, saya selalu mengenang, sehari menjadi guru, seumur hidup adalah guru, setiap kali melakukan ritual pagi dan malam, itulah saatnya saya mengenang Guru saya, saya juga sangat menghargai Dharma yang diwariskan oleh Guru saya.
Buddha Dharma itu sendiri sangat mementingkan tata krama, oleh karena itu di dalam Gatha Parinamana dan Prasetya Asvagosha Bodhisattva terdapat "Gurupancasika", inilah tata krama siswa dalam menghormati Sang Guru. Saya menuliskannya karena saya merasa yang bisa menjalankan, usahakanlah untuk menjalankannya, kalau yang tidak sanggup menjalankan, terserah jodoh saja, marilah kita simak apa yang tersebut di dalam "Gurupancasika". Bagaimana seorang siswa yang telah bersarana baru dianggap sesuai dengan kriteria sebagai seorang siswa.
Penjelasan dari "Gurupancasika" adalah sebagai berikut: (kitab ini diperoleh dari vihara pusatnya)
Pengarang asli: Asvagosha Bodhisattva
Dijelaskan oleh: Acharya Pu-fang
Ditulis oleh: Yuan-kou. Penjelasan naskah ini adalah usul dari penulis.
1. Seorang siswa harus mengingat Guru dan melakukan Namaskara kepada Guru 3 kali setiap harinya (pagi, siang, senja). Dengan rasa hormat seperti kepada Sang Buddha.
2. Berdana bunga ke altar, melakukan Maha Namaskara kepada Guru.
3. Guru yang seorang bhiksu maupun yang bukan, atau yang baru menerima sila lengkap, jika berada di hadapan rupang, atau kitab suci, harus diberikan penghormatan, jangan mencurigainya dan mempunyai pikiran jahat.
4. Melaksanakan tugas yang diberikan Guru dengan setulus hati, memahami sopan santun yang selalu memberikan tempat utama kepada Guru.
5. Teliti terlebih dahulu sebelum berguru, apakah cocok sebagai guru bimbingan. Seorang gurupun harus memperhatikan calon siswa, apakah mampu dibina, apabila tidak, sama-sama melanggar sila, yaitu meremehkan sila.
6. Mudah emosi, tidak memiliki welas asih, serakah dan suka kemewahan, sombong dan suka memuji diri sendiri, untuk guru yang seperti ini, kita tidak perlu berlindung kepadanya, maka sebelum berlindung seharusnya memahami sifat dan kebiasaaan Guru dengan jelas.
7. Memiliki Metta Karuna, Bijaksana serta mentaati sila, bisa menjaga kehormatan diri sendiri, tidak memihak dan jujur, mengerti semua Dharma, demikianlah seharusnya seorang guru yang baik. Oleh karena itu harus meneliti sebelum berguru.
8. Mengerti semua Dharma, serta telah mencapai Dasa Bhumi Bodhisattva, tidak ternoda oleh ke-enam indra, serta tidak memiliki kilesa, demikianlah seharusnya seorang Guru yang baik.
9. Seorang siswa (yang meminta Dharma) tidak boleh menfitnah Guru, karena menfitnah Guru bagaikan menfitnah Sang Buddha, pasti berakibat penderitaan.
10. Menfitnah Guru adalah tindakan yang sangat bodoh, karena segera akan menerima akibatnya, yaitu makhluk halus akan merasuki dirinya, pasti menderita sakit sehingga tidak dapat bebas.
11. Menfitnah Guru juga bisa melanggar hukum duniawi, terluka oleh racun, terkena bencana banjir, kebakaran, perampokan, segala makhluk halus memberikan malapetaka.
12. Menfitnah Guru akan mendatangkan rintangan dari makhluk halus, setelah meninggal masuk ke alam samsara, yaitu alam neraka, alam preta (setan kelaparan), dan alam binatang.
13. Seorang siswa bila melaksanakan tugas dari Guru, jangan menyulitkan Guru (menambah keruwetan). Kalau menyimpang dari petunjuk Guru bahkan menghianati Guru akan masuk ke neraka Avici.
14. Neraka Avici adalah neraka yang paling sengsara, karena menfitnah Guru, bisa berakibat begitu menakutkan, dengan penderitaan yang tiada habisnya.
15. Seorang siswa harus membantu Guru yang menyebarkan Dharma yang benar dengan setulus hati, bila ada niat meremehkan sama dengan melanggar sila-sila yang tersebut di atas.
16. Sepenuh hati berdana kepada Guru, menghormati Guru, karena dengan pemberkatan dari Guru baru dapat melenyapkan rintangan dan kilesa.
17. Seorang Tantrika, nyawapun bersedia dikorbankan apalagi hanya harta benda, oleh karena itu, orang yang suka memberi persembahan dengan rela adalah orang yang memiliki kesejahteraan (kebahagiaan)
18. Seorang pelaksana bila belum menjumpai seorang Guru, maka tidak akan dapat mencapai kebuddhaan, oleh karena itu, keberhasilan seorang pelaksana adalah berkat jasa dan anugerah dari Guru.
19. Melayani Guru adalah tekad awal seorang siswa yang sama pentingnya dengan memberikan persembahan kepada Sang Buddha.
20. Guru juga mewakili Tri Ratna, oleh karena itu memberikan persembahan yang terbaik kepada Guru akan mendapat pahala yang tiada taranya.
21. Memberikan persembahan kepada Guru dan Sang Buddha adalah ladang jasa yang terbaik, sehingga mempercepat pencapaian kebodhian.
22. Menghormati Guru secara tulus, penuh kesabaran, jujur, pasti memperoleh kebijaksanaan berasal dari Sang Buddha.
23. Jangan menginjak bayangan Guru, dan jangan duduk di ranjang Guru, serta jangan menggunakan peralatan yang sering dipakai Guru, semua ini termasuk sila.
24. Dengan senang hati menerima ajaran Guru, kalau tidak sanggup boleh menyampaikan alasannya secara baik-baik.
25. Karena diajarkan Guru, siswa baru dapat mencapai keberhasilan, maka Guru adalah ladang jasa yang terbaik, oleh karena itu seorang siswa jangan melanggar perintah Guru.
26. Menjaga harta benda Guru sama seperti jiwa sendiri dan tidak boleh pemborosan. Menghormati orang yang dihormati Guru dan menghormati sanak saudaranya serta jangan meremehkannya.
27. Di hadapan Guru harus berpenampilan rapi, tidak boleh ada tingkah laku yang aneh-aneh dan kurang sopan seperti mengangkat kaki, bertolak pinggang.
28. Penampilan siswa Sang Buddha harus rapi, saat duduk kaki tidak boleh dilonjorkan, bila Guru berdiri harus segera ikut berdiri.
29. Jalan yang akan dilalui Guru, siswa sebaiknya berdiri di samping, dan dengan hormat menyambut dan mengantarnya. Bila Guru batuk, membuang ingus, juga tidak boleh merasa jijik.
30. Di hadapan Guru tidak boleh berbisik-bisik, semua tindakan yang kurang sopan, harus dihilangkan.
31. Sikap menerima petunjuk dari Guru harus tenang dan menghormati. Saat berjalan di jalanan yang agak berbahaya, siswa seharusnya berjalan di depan.
32. Di hadapan Guru harus bersemangat, tidak lesu. Gerakan yang kurang penting harus dihilangkan, jangan menyandarkan tubuh ke dinding.
33. Sewaktu mencuci pakaian, mandi dan mencuci kaki, sebaiknya memberitahukan Guru, agar tidak terlihat Guru.
34. Tidak boleh menyebut nama Guru sesukanya, bila ada yang bertanya sebaiknya menyebutkan gelarnya.
35. Siap menerima tugas dari Guru, dan selalu mengingat tugas yang diberikan Guru, serta berusaha menyelesaikannya dengan baik.
36. Menutupi mulut dengan tangan apabila ingin tertawa, bersin, batuk. Jika ingin berbicara harus memberi hormat terlebih dahulu.
37. Bila kaum wanita mendengarkan ceramah Dharma, harus berpenampilan rapi, tangan beranjali dan penuh perhatian.
38. Guru mengajarkan Dharma, kaum wanita haru menjalankan dengan cermat, tidak boleh angkuh, mempelajari Dharma dengan sikap bagaikan pengantin wanita yang menundukkan kepala.
39. Kaum wanita belajar Dharma harus bisa menjauhi sikap memamerkan diri dan tidak melekat kepada perhiasan. Segala macam hal yang tidak atau kurang baik harus dijauhi.
40. Belajar budi pekerti Sang Guru, bila Guru melakukan kesalahan kecil, jangan disebarluaskan. Belajar menuruti kehendak Sang Guru baru bisa memperoleh hasil. Kalau selalu membesar-besarkan kesalahan Sang Guru, akan membuat siswa sendiri tidak bisa maju, serta dapat mencelakakan siswa sendiri karena telah meremehkan Sang Guru.
41. Semua masalah yang berkaitan dengan Dharma harus ikuti petunjuk dari Guru, jika tidak memperoleh petunjuk dari Sang Guru, tidak boleh melakukannya.
42. Dana Paramita dari pembabaran Dharma seharusnya diperuntukkan untuk Sang Guru, bila ingin menggunakannya harus memperoleh izin dari Sang Guru.
43. Silsilah Sang Guru harus dijaga, antara sesama siswa tidak diperbolehkan saling mengangkat sesama siswa sebagai Guru, ini adalah silsilah.
44. Memberikan barang kepada Sang Guru harus memberikan dengan dua tangan. Apabila menerima sesuatu dari Sang Guru, juga harus menerima dengan kedua tangan yang melebihi kepala.
45. Siswa Sang Buddha harus belajar dengan sepenuh hati dan terus-menerus, yang tidak sesuai sila jangan dijalankan. Tidak boleh secara sengaja mencari-cari kesalahan Sang Guru.
46. Ajaran Sang Guru harus dilaksanakan semuanya, bila tidak dapat melaksanakan karena sakit, harus dijelaskan secara baik, sehingga tidak melanggar sila.
47. Semua tindakan harus selalu membuat Sang Guru gembira, dengan rajin membantu Sang Guru mengatasi masalah yang sulit. Berdana dan melayani Sang Guru dengan hormat dan rajin. Banyak cara untuk melayani Sang Guru, sehingga tidak dapat disebutkan semua.
48. Demikianlah Sabda Sang Buddha :"Berlindung kepada Guru, akan mendapatkan keberhasilan yang besar."
49. Bagi siswa yang baru berlindung, diharuskan membaca "Gurupancasika" agar tidak melanggar sila.
50. Setelah siswa menerima abhiseka perlindungan, kemudian diberikan pelajaran Tantra agar menjadi sadhana yang benar, juga harus mengajari "14 Sila Pokok Tantrayana", agar semua siswa baru dapat menjalankan semua sila dan menjadi pelaksana Vajrayana yang baik.
"Gurupancasika" ini adalah aturan yang harus dilaksanakan oleh semua Tantrika. Setelah saya memahami "Tata Krama Mengabdi pada Guru" ini, berusaha semaksimal mungkin mematuhinya, melayani dan berdana kepada Guru saya sendiri. Karena semua Dharma Tantra yang saya pelajari, kalau tanpa pewarisan dari Guru saya, bagaimana saya bisa mencapai kesempurnaan dalam sadhana?
Saat ini siswa saya bertambah banyak, di Seattle, panji Dharma telah ditingkatkan agar lebih sempurna. Diharapkan para siswa di seluruh dunia, bersama-sama mempelajari "Gurupancasika" ini, menghormati Sang Guru dan saudara se-Dharma, serta jangan sengaja melanggarnya, meski saya mengikuti kehendak siswa, tetapi Vajra Pelindung Dharma (Dharmapala) yang mengawasi dan melindungi siang dan malam. Barangsiapa yang sengaja melanggarnya, akan mendapatkan akibat buruk, saat itu, bahkan sayapun tidak dapat menolongnya.
(Sumber: Buku Lu Sheng-yen "Sadhaka Seattle" hal.91)
皈依要事師
Banyak orang merasa sangat heran, nama Dharma Maha Guru Lu Sheng-yen adalah Lian Sheng, sedangkan nama Dharma siswa-siswa-Nya diawali dengan kata "Lian". Bukankah ini sangat aneh? Menurut tradisi pada umumnya, nama Dharma Sang Guru memiliki kata depan yang berbeda dengan nama Dharma sang siswa, misalnya Guru saya adalah Bhiksu Yin Shun, sedangkan nama Dharma saya adalah Hui Yan. Ketika saya berguru pada Bhiksu Le Guo, nama Dharma saya adalah Dao Yan, dan lain sebagainya.
Sesungguhnya, saya menyamakan nama Dharma saya dengan siswa saya, alasannya ada 3:
Pertama, tingkat keberhasilan yang sama. Saya berharap tingkat keberhasilan sadhana semua siswa saya sama dengan saya, semuanya dapat menyeberang ke dunia kolam teratai.
Kedua, prinsip persamaan. Saya tidak membuat nama Dharma saya berbeda dengan nama Dharma siswa-siswa saya, siswa-siswa saya tidak berbeda dengan saya, kita adalah penyatuan dari Tri Ratna, supaya bisa lebih dekat lagi, Dharma dari Maha Guru langsung diturunkan kepada siswa-Nya, semuanya mencicipi manfaat Dharma, baik siswa yang dekat maupun yang jauh, sama-sama mendapatkan manfaat Dharma.
Ketiga, guru-siswa adalah satu keluarga. Pada dasarnya saya sudah mempunyai konsep bahwa bila sang siswa memperoleh Dharma yang agung dalam sadhananya, kadang-kadang bisa menonjol bahkan melebihi, saya berharap sadhana setiap siswa-siswa saya dapat mengungguli diri saya, oleh karena itu saya menyamakan nama Dharma siswa-siswa saya dengan saya, berarti guru dan siswa adalah satu keluarga, juga berarti bisa lebih dekat.
Di saat yang bersamaan, saya Sang Maha Guru ini, sama sekali tidak ada profil sebagai Maha Guru, apapun terserah. Sementara beberapa siswa-siswa Saya menganggap saya, Sang Guru ini seperti layaknya teman, apapun terserah, tidak bisa dibedakan mana sang Guru, mana sang siswa. Saya juga tidak punya wibawa apa-apa, juga tidak menurunkan perintah, semuanya terserah, begitulah saya sang Guru ini.
Namun, sikap saya terhadap Guru saya sendiri, justru berbeda, begitu bertemu Guru saya, saya pasti memandang-Nya sebagai layaknya Buddha, kedua kaki saya langsung bersujud, kepala menyentuh lantai, kedua tangan diulurkan, langsung melalukan maha namaskara, saya menghormati Guru saya berdasarkan tata krama seorang siswa, di saat bersamaan, bila Guru berada di dekat saya, saya langsung memberikan sendiri persembahan kepada Guru saya, kalau Guru berada di tempat yang jauh, saya tetap mengirim persembahan kepada Guru saya lewat pos. Inilah tata krama saya sendiri dalam mengabdi pada Guru saya.
Terhadap Guru saya, saya selalu mengenang, sehari menjadi guru, seumur hidup adalah guru, setiap kali melakukan ritual pagi dan malam, itulah saatnya saya mengenang Guru saya, saya juga sangat menghargai Dharma yang diwariskan oleh Guru saya.
Buddha Dharma itu sendiri sangat mementingkan tata krama, oleh karena itu di dalam Gatha Parinamana dan Prasetya Asvagosha Bodhisattva terdapat "Gurupancasika", inilah tata krama siswa dalam menghormati Sang Guru. Saya menuliskannya karena saya merasa yang bisa menjalankan, usahakanlah untuk menjalankannya, kalau yang tidak sanggup menjalankan, terserah jodoh saja, marilah kita simak apa yang tersebut di dalam "Gurupancasika". Bagaimana seorang siswa yang telah bersarana baru dianggap sesuai dengan kriteria sebagai seorang siswa.
Penjelasan dari "Gurupancasika" adalah sebagai berikut: (kitab ini diperoleh dari vihara pusatnya)
Pengarang asli: Asvagosha Bodhisattva
Dijelaskan oleh: Acharya Pu-fang
Ditulis oleh: Yuan-kou. Penjelasan naskah ini adalah usul dari penulis.
1. Seorang siswa harus mengingat Guru dan melakukan Namaskara kepada Guru 3 kali setiap harinya (pagi, siang, senja). Dengan rasa hormat seperti kepada Sang Buddha.
2. Berdana bunga ke altar, melakukan Maha Namaskara kepada Guru.
3. Guru yang seorang bhiksu maupun yang bukan, atau yang baru menerima sila lengkap, jika berada di hadapan rupang, atau kitab suci, harus diberikan penghormatan, jangan mencurigainya dan mempunyai pikiran jahat.
4. Melaksanakan tugas yang diberikan Guru dengan setulus hati, memahami sopan santun yang selalu memberikan tempat utama kepada Guru.
5. Teliti terlebih dahulu sebelum berguru, apakah cocok sebagai guru bimbingan. Seorang gurupun harus memperhatikan calon siswa, apakah mampu dibina, apabila tidak, sama-sama melanggar sila, yaitu meremehkan sila.
6. Mudah emosi, tidak memiliki welas asih, serakah dan suka kemewahan, sombong dan suka memuji diri sendiri, untuk guru yang seperti ini, kita tidak perlu berlindung kepadanya, maka sebelum berlindung seharusnya memahami sifat dan kebiasaaan Guru dengan jelas.
7. Memiliki Metta Karuna, Bijaksana serta mentaati sila, bisa menjaga kehormatan diri sendiri, tidak memihak dan jujur, mengerti semua Dharma, demikianlah seharusnya seorang guru yang baik. Oleh karena itu harus meneliti sebelum berguru.
8. Mengerti semua Dharma, serta telah mencapai Dasa Bhumi Bodhisattva, tidak ternoda oleh ke-enam indra, serta tidak memiliki kilesa, demikianlah seharusnya seorang Guru yang baik.
9. Seorang siswa (yang meminta Dharma) tidak boleh menfitnah Guru, karena menfitnah Guru bagaikan menfitnah Sang Buddha, pasti berakibat penderitaan.
10. Menfitnah Guru adalah tindakan yang sangat bodoh, karena segera akan menerima akibatnya, yaitu makhluk halus akan merasuki dirinya, pasti menderita sakit sehingga tidak dapat bebas.
11. Menfitnah Guru juga bisa melanggar hukum duniawi, terluka oleh racun, terkena bencana banjir, kebakaran, perampokan, segala makhluk halus memberikan malapetaka.
12. Menfitnah Guru akan mendatangkan rintangan dari makhluk halus, setelah meninggal masuk ke alam samsara, yaitu alam neraka, alam preta (setan kelaparan), dan alam binatang.
13. Seorang siswa bila melaksanakan tugas dari Guru, jangan menyulitkan Guru (menambah keruwetan). Kalau menyimpang dari petunjuk Guru bahkan menghianati Guru akan masuk ke neraka Avici.
14. Neraka Avici adalah neraka yang paling sengsara, karena menfitnah Guru, bisa berakibat begitu menakutkan, dengan penderitaan yang tiada habisnya.
15. Seorang siswa harus membantu Guru yang menyebarkan Dharma yang benar dengan setulus hati, bila ada niat meremehkan sama dengan melanggar sila-sila yang tersebut di atas.
16. Sepenuh hati berdana kepada Guru, menghormati Guru, karena dengan pemberkatan dari Guru baru dapat melenyapkan rintangan dan kilesa.
17. Seorang Tantrika, nyawapun bersedia dikorbankan apalagi hanya harta benda, oleh karena itu, orang yang suka memberi persembahan dengan rela adalah orang yang memiliki kesejahteraan (kebahagiaan)
18. Seorang pelaksana bila belum menjumpai seorang Guru, maka tidak akan dapat mencapai kebuddhaan, oleh karena itu, keberhasilan seorang pelaksana adalah berkat jasa dan anugerah dari Guru.
19. Melayani Guru adalah tekad awal seorang siswa yang sama pentingnya dengan memberikan persembahan kepada Sang Buddha.
20. Guru juga mewakili Tri Ratna, oleh karena itu memberikan persembahan yang terbaik kepada Guru akan mendapat pahala yang tiada taranya.
21. Memberikan persembahan kepada Guru dan Sang Buddha adalah ladang jasa yang terbaik, sehingga mempercepat pencapaian kebodhian.
22. Menghormati Guru secara tulus, penuh kesabaran, jujur, pasti memperoleh kebijaksanaan berasal dari Sang Buddha.
23. Jangan menginjak bayangan Guru, dan jangan duduk di ranjang Guru, serta jangan menggunakan peralatan yang sering dipakai Guru, semua ini termasuk sila.
24. Dengan senang hati menerima ajaran Guru, kalau tidak sanggup boleh menyampaikan alasannya secara baik-baik.
25. Karena diajarkan Guru, siswa baru dapat mencapai keberhasilan, maka Guru adalah ladang jasa yang terbaik, oleh karena itu seorang siswa jangan melanggar perintah Guru.
26. Menjaga harta benda Guru sama seperti jiwa sendiri dan tidak boleh pemborosan. Menghormati orang yang dihormati Guru dan menghormati sanak saudaranya serta jangan meremehkannya.
27. Di hadapan Guru harus berpenampilan rapi, tidak boleh ada tingkah laku yang aneh-aneh dan kurang sopan seperti mengangkat kaki, bertolak pinggang.
28. Penampilan siswa Sang Buddha harus rapi, saat duduk kaki tidak boleh dilonjorkan, bila Guru berdiri harus segera ikut berdiri.
29. Jalan yang akan dilalui Guru, siswa sebaiknya berdiri di samping, dan dengan hormat menyambut dan mengantarnya. Bila Guru batuk, membuang ingus, juga tidak boleh merasa jijik.
30. Di hadapan Guru tidak boleh berbisik-bisik, semua tindakan yang kurang sopan, harus dihilangkan.
31. Sikap menerima petunjuk dari Guru harus tenang dan menghormati. Saat berjalan di jalanan yang agak berbahaya, siswa seharusnya berjalan di depan.
32. Di hadapan Guru harus bersemangat, tidak lesu. Gerakan yang kurang penting harus dihilangkan, jangan menyandarkan tubuh ke dinding.
33. Sewaktu mencuci pakaian, mandi dan mencuci kaki, sebaiknya memberitahukan Guru, agar tidak terlihat Guru.
34. Tidak boleh menyebut nama Guru sesukanya, bila ada yang bertanya sebaiknya menyebutkan gelarnya.
35. Siap menerima tugas dari Guru, dan selalu mengingat tugas yang diberikan Guru, serta berusaha menyelesaikannya dengan baik.
36. Menutupi mulut dengan tangan apabila ingin tertawa, bersin, batuk. Jika ingin berbicara harus memberi hormat terlebih dahulu.
37. Bila kaum wanita mendengarkan ceramah Dharma, harus berpenampilan rapi, tangan beranjali dan penuh perhatian.
38. Guru mengajarkan Dharma, kaum wanita haru menjalankan dengan cermat, tidak boleh angkuh, mempelajari Dharma dengan sikap bagaikan pengantin wanita yang menundukkan kepala.
39. Kaum wanita belajar Dharma harus bisa menjauhi sikap memamerkan diri dan tidak melekat kepada perhiasan. Segala macam hal yang tidak atau kurang baik harus dijauhi.
40. Belajar budi pekerti Sang Guru, bila Guru melakukan kesalahan kecil, jangan disebarluaskan. Belajar menuruti kehendak Sang Guru baru bisa memperoleh hasil. Kalau selalu membesar-besarkan kesalahan Sang Guru, akan membuat siswa sendiri tidak bisa maju, serta dapat mencelakakan siswa sendiri karena telah meremehkan Sang Guru.
41. Semua masalah yang berkaitan dengan Dharma harus ikuti petunjuk dari Guru, jika tidak memperoleh petunjuk dari Sang Guru, tidak boleh melakukannya.
42. Dana Paramita dari pembabaran Dharma seharusnya diperuntukkan untuk Sang Guru, bila ingin menggunakannya harus memperoleh izin dari Sang Guru.
43. Silsilah Sang Guru harus dijaga, antara sesama siswa tidak diperbolehkan saling mengangkat sesama siswa sebagai Guru, ini adalah silsilah.
44. Memberikan barang kepada Sang Guru harus memberikan dengan dua tangan. Apabila menerima sesuatu dari Sang Guru, juga harus menerima dengan kedua tangan yang melebihi kepala.
45. Siswa Sang Buddha harus belajar dengan sepenuh hati dan terus-menerus, yang tidak sesuai sila jangan dijalankan. Tidak boleh secara sengaja mencari-cari kesalahan Sang Guru.
46. Ajaran Sang Guru harus dilaksanakan semuanya, bila tidak dapat melaksanakan karena sakit, harus dijelaskan secara baik, sehingga tidak melanggar sila.
47. Semua tindakan harus selalu membuat Sang Guru gembira, dengan rajin membantu Sang Guru mengatasi masalah yang sulit. Berdana dan melayani Sang Guru dengan hormat dan rajin. Banyak cara untuk melayani Sang Guru, sehingga tidak dapat disebutkan semua.
48. Demikianlah Sabda Sang Buddha :"Berlindung kepada Guru, akan mendapatkan keberhasilan yang besar."
49. Bagi siswa yang baru berlindung, diharuskan membaca "Gurupancasika" agar tidak melanggar sila.
50. Setelah siswa menerima abhiseka perlindungan, kemudian diberikan pelajaran Tantra agar menjadi sadhana yang benar, juga harus mengajari "14 Sila Pokok Tantrayana", agar semua siswa baru dapat menjalankan semua sila dan menjadi pelaksana Vajrayana yang baik.
"Gurupancasika" ini adalah aturan yang harus dilaksanakan oleh semua Tantrika. Setelah saya memahami "Tata Krama Mengabdi pada Guru" ini, berusaha semaksimal mungkin mematuhinya, melayani dan berdana kepada Guru saya sendiri. Karena semua Dharma Tantra yang saya pelajari, kalau tanpa pewarisan dari Guru saya, bagaimana saya bisa mencapai kesempurnaan dalam sadhana?
Saat ini siswa saya bertambah banyak, di Seattle, panji Dharma telah ditingkatkan agar lebih sempurna. Diharapkan para siswa di seluruh dunia, bersama-sama mempelajari "Gurupancasika" ini, menghormati Sang Guru dan saudara se-Dharma, serta jangan sengaja melanggarnya, meski saya mengikuti kehendak siswa, tetapi Vajra Pelindung Dharma (Dharmapala) yang mengawasi dan melindungi siang dan malam. Barangsiapa yang sengaja melanggarnya, akan mendapatkan akibat buruk, saat itu, bahkan sayapun tidak dapat menolongnya.
(Sumber: Buku Lu Sheng-yen "Sadhaka Seattle" hal.91)
Banyak orang merasa sangat heran, nama Dharma Maha Guru Lu Sheng-yen adalah Lian Sheng, sedangkan nama Dharma siswa-siswa-Nya diawali dengan kata "Lian". Bukankah ini sangat aneh? Menurut tradisi pada umumnya, nama Dharma Sang Guru memiliki kata depan yang berbeda dengan nama Dharma sang siswa, misalnya Guru saya adalah Bhiksu Yin Shun, sedangkan nama Dharma saya adalah Hui Yan. Ketika saya berguru pada Bhiksu Le Guo, nama Dharma saya adalah Dao Yan, dan lain sebagainya.
Sesungguhnya, saya menyamakan nama Dharma saya dengan siswa saya, alasannya ada 3:
Pertama, tingkat keberhasilan yang sama. Saya berharap tingkat keberhasilan sadhana semua siswa saya sama dengan saya, semuanya dapat menyeberang ke dunia kolam teratai.
Kedua, prinsip persamaan. Saya tidak membuat nama Dharma saya berbeda dengan nama Dharma siswa-siswa saya, siswa-siswa saya tidak berbeda dengan saya, kita adalah penyatuan dari Tri Ratna, supaya bisa lebih dekat lagi, Dharma dari Maha Guru langsung diturunkan kepada siswa-Nya, semuanya mencicipi manfaat Dharma, baik siswa yang dekat maupun yang jauh, sama-sama mendapatkan manfaat Dharma.
Ketiga, guru-siswa adalah satu keluarga. Pada dasarnya saya sudah mempunyai konsep bahwa bila sang siswa memperoleh Dharma yang agung dalam sadhananya, kadang-kadang bisa menonjol bahkan melebihi, saya berharap sadhana setiap siswa-siswa saya dapat mengungguli diri saya, oleh karena itu saya menyamakan nama Dharma siswa-siswa saya dengan saya, berarti guru dan siswa adalah satu keluarga, juga berarti bisa lebih dekat.
Di saat yang bersamaan, saya Sang Maha Guru ini, sama sekali tidak ada profil sebagai Maha Guru, apapun terserah. Sementara beberapa siswa-siswa Saya menganggap saya, Sang Guru ini seperti layaknya teman, apapun terserah, tidak bisa dibedakan mana sang Guru, mana sang siswa. Saya juga tidak punya wibawa apa-apa, juga tidak menurunkan perintah, semuanya terserah, begitulah saya sang Guru ini.
Namun, sikap saya terhadap Guru saya sendiri, justru berbeda, begitu bertemu Guru saya, saya pasti memandang-Nya sebagai layaknya Buddha, kedua kaki saya langsung bersujud, kepala menyentuh lantai, kedua tangan diulurkan, langsung melalukan maha namaskara, saya menghormati Guru saya berdasarkan tata krama seorang siswa, di saat bersamaan, bila Guru berada di dekat saya, saya langsung memberikan sendiri persembahan kepada Guru saya, kalau Guru berada di tempat yang jauh, saya tetap mengirim persembahan kepada Guru saya lewat pos. Inilah tata krama saya sendiri dalam mengabdi pada Guru saya.
Terhadap Guru saya, saya selalu mengenang, sehari menjadi guru, seumur hidup adalah guru, setiap kali melakukan ritual pagi dan malam, itulah saatnya saya mengenang Guru saya, saya juga sangat menghargai Dharma yang diwariskan oleh Guru saya.
Buddha Dharma itu sendiri sangat mementingkan tata krama, oleh karena itu di dalam Gatha Parinamana dan Prasetya Asvagosha Bodhisattva terdapat "Gurupancasika", inilah tata krama siswa dalam menghormati Sang Guru. Saya menuliskannya karena saya merasa yang bisa menjalankan, usahakanlah untuk menjalankannya, kalau yang tidak sanggup menjalankan, terserah jodoh saja, marilah kita simak apa yang tersebut di dalam "Gurupancasika". Bagaimana seorang siswa yang telah bersarana baru dianggap sesuai dengan kriteria sebagai seorang siswa.
Penjelasan dari "Gurupancasika" adalah sebagai berikut: (kitab ini diperoleh dari vihara pusatnya)
Pengarang asli: Asvagosha Bodhisattva
Dijelaskan oleh: Acharya Pu-fang
Ditulis oleh: Yuan-kou. Penjelasan naskah ini adalah usul dari penulis.
1. Seorang siswa harus mengingat Guru dan melakukan Namaskara kepada Guru 3 kali setiap harinya (pagi, siang, senja). Dengan rasa hormat seperti kepada Sang Buddha.
2. Berdana bunga ke altar, melakukan Maha Namaskara kepada Guru.
3. Guru yang seorang bhiksu maupun yang bukan, atau yang baru menerima sila lengkap, jika berada di hadapan rupang, atau kitab suci, harus diberikan penghormatan, jangan mencurigainya dan mempunyai pikiran jahat.
4. Melaksanakan tugas yang diberikan Guru dengan setulus hati, memahami sopan santun yang selalu memberikan tempat utama kepada Guru.
5. Teliti terlebih dahulu sebelum berguru, apakah cocok sebagai guru bimbingan. Seorang gurupun harus memperhatikan calon siswa, apakah mampu dibina, apabila tidak, sama-sama melanggar sila, yaitu meremehkan sila.
6. Mudah emosi, tidak memiliki welas asih, serakah dan suka kemewahan, sombong dan suka memuji diri sendiri, untuk guru yang seperti ini, kita tidak perlu berlindung kepadanya, maka sebelum berlindung seharusnya memahami sifat dan kebiasaaan Guru dengan jelas.
7. Memiliki Metta Karuna, Bijaksana serta mentaati sila, bisa menjaga kehormatan diri sendiri, tidak memihak dan jujur, mengerti semua Dharma, demikianlah seharusnya seorang guru yang baik. Oleh karena itu harus meneliti sebelum berguru.
8. Mengerti semua Dharma, serta telah mencapai Dasa Bhumi Bodhisattva, tidak ternoda oleh ke-enam indra, serta tidak memiliki kilesa, demikianlah seharusnya seorang Guru yang baik.
9. Seorang siswa (yang meminta Dharma) tidak boleh menfitnah Guru, karena menfitnah Guru bagaikan menfitnah Sang Buddha, pasti berakibat penderitaan.
10. Menfitnah Guru adalah tindakan yang sangat bodoh, karena segera akan menerima akibatnya, yaitu makhluk halus akan merasuki dirinya, pasti menderita sakit sehingga tidak dapat bebas.
11. Menfitnah Guru juga bisa melanggar hukum duniawi, terluka oleh racun, terkena bencana banjir, kebakaran, perampokan, segala makhluk halus memberikan malapetaka.
12. Menfitnah Guru akan mendatangkan rintangan dari makhluk halus, setelah meninggal masuk ke alam samsara, yaitu alam neraka, alam preta (setan kelaparan), dan alam binatang.
13. Seorang siswa bila melaksanakan tugas dari Guru, jangan menyulitkan Guru (menambah keruwetan). Kalau menyimpang dari petunjuk Guru bahkan menghianati Guru akan masuk ke neraka Avici.
14. Neraka Avici adalah neraka yang paling sengsara, karena menfitnah Guru, bisa berakibat begitu menakutkan, dengan penderitaan yang tiada habisnya.
15. Seorang siswa harus membantu Guru yang menyebarkan Dharma yang benar dengan setulus hati, bila ada niat meremehkan sama dengan melanggar sila-sila yang tersebut di atas.
16. Sepenuh hati berdana kepada Guru, menghormati Guru, karena dengan pemberkatan dari Guru baru dapat melenyapkan rintangan dan kilesa.
17. Seorang Tantrika, nyawapun bersedia dikorbankan apalagi hanya harta benda, oleh karena itu, orang yang suka memberi persembahan dengan rela adalah orang yang memiliki kesejahteraan (kebahagiaan)
18. Seorang pelaksana bila belum menjumpai seorang Guru, maka tidak akan dapat mencapai kebuddhaan, oleh karena itu, keberhasilan seorang pelaksana adalah berkat jasa dan anugerah dari Guru.
19. Melayani Guru adalah tekad awal seorang siswa yang sama pentingnya dengan memberikan persembahan kepada Sang Buddha.
20. Guru juga mewakili Tri Ratna, oleh karena itu memberikan persembahan yang terbaik kepada Guru akan mendapat pahala yang tiada taranya.
21. Memberikan persembahan kepada Guru dan Sang Buddha adalah ladang jasa yang terbaik, sehingga mempercepat pencapaian kebodhian.
22. Menghormati Guru secara tulus, penuh kesabaran, jujur, pasti memperoleh kebijaksanaan berasal dari Sang Buddha.
23. Jangan menginjak bayangan Guru, dan jangan duduk di ranjang Guru, serta jangan menggunakan peralatan yang sering dipakai Guru, semua ini termasuk sila.
24. Dengan senang hati menerima ajaran Guru, kalau tidak sanggup boleh menyampaikan alasannya secara baik-baik.
25. Karena diajarkan Guru, siswa baru dapat mencapai keberhasilan, maka Guru adalah ladang jasa yang terbaik, oleh karena itu seorang siswa jangan melanggar perintah Guru.
26. Menjaga harta benda Guru sama seperti jiwa sendiri dan tidak boleh pemborosan. Menghormati orang yang dihormati Guru dan menghormati sanak saudaranya serta jangan meremehkannya.
27. Di hadapan Guru harus berpenampilan rapi, tidak boleh ada tingkah laku yang aneh-aneh dan kurang sopan seperti mengangkat kaki, bertolak pinggang.
28. Penampilan siswa Sang Buddha harus rapi, saat duduk kaki tidak boleh dilonjorkan, bila Guru berdiri harus segera ikut berdiri.
29. Jalan yang akan dilalui Guru, siswa sebaiknya berdiri di samping, dan dengan hormat menyambut dan mengantarnya. Bila Guru batuk, membuang ingus, juga tidak boleh merasa jijik.
30. Di hadapan Guru tidak boleh berbisik-bisik, semua tindakan yang kurang sopan, harus dihilangkan.
31. Sikap menerima petunjuk dari Guru harus tenang dan menghormati. Saat berjalan di jalanan yang agak berbahaya, siswa seharusnya berjalan di depan.
32. Di hadapan Guru harus bersemangat, tidak lesu. Gerakan yang kurang penting harus dihilangkan, jangan menyandarkan tubuh ke dinding.
33. Sewaktu mencuci pakaian, mandi dan mencuci kaki, sebaiknya memberitahukan Guru, agar tidak terlihat Guru.
34. Tidak boleh menyebut nama Guru sesukanya, bila ada yang bertanya sebaiknya menyebutkan gelarnya.
35. Siap menerima tugas dari Guru, dan selalu mengingat tugas yang diberikan Guru, serta berusaha menyelesaikannya dengan baik.
36. Menutupi mulut dengan tangan apabila ingin tertawa, bersin, batuk. Jika ingin berbicara harus memberi hormat terlebih dahulu.
37. Bila kaum wanita mendengarkan ceramah Dharma, harus berpenampilan rapi, tangan beranjali dan penuh perhatian.
38. Guru mengajarkan Dharma, kaum wanita haru menjalankan dengan cermat, tidak boleh angkuh, mempelajari Dharma dengan sikap bagaikan pengantin wanita yang menundukkan kepala.
39. Kaum wanita belajar Dharma harus bisa menjauhi sikap memamerkan diri dan tidak melekat kepada perhiasan. Segala macam hal yang tidak atau kurang baik harus dijauhi.
40. Belajar budi pekerti Sang Guru, bila Guru melakukan kesalahan kecil, jangan disebarluaskan. Belajar menuruti kehendak Sang Guru baru bisa memperoleh hasil. Kalau selalu membesar-besarkan kesalahan Sang Guru, akan membuat siswa sendiri tidak bisa maju, serta dapat mencelakakan siswa sendiri karena telah meremehkan Sang Guru.
41. Semua masalah yang berkaitan dengan Dharma harus ikuti petunjuk dari Guru, jika tidak memperoleh petunjuk dari Sang Guru, tidak boleh melakukannya.
42. Dana Paramita dari pembabaran Dharma seharusnya diperuntukkan untuk Sang Guru, bila ingin menggunakannya harus memperoleh izin dari Sang Guru.
43. Silsilah Sang Guru harus dijaga, antara sesama siswa tidak diperbolehkan saling mengangkat sesama siswa sebagai Guru, ini adalah silsilah.
44. Memberikan barang kepada Sang Guru harus memberikan dengan dua tangan. Apabila menerima sesuatu dari Sang Guru, juga harus menerima dengan kedua tangan yang melebihi kepala.
45. Siswa Sang Buddha harus belajar dengan sepenuh hati dan terus-menerus, yang tidak sesuai sila jangan dijalankan. Tidak boleh secara sengaja mencari-cari kesalahan Sang Guru.
46. Ajaran Sang Guru harus dilaksanakan semuanya, bila tidak dapat melaksanakan karena sakit, harus dijelaskan secara baik, sehingga tidak melanggar sila.
47. Semua tindakan harus selalu membuat Sang Guru gembira, dengan rajin membantu Sang Guru mengatasi masalah yang sulit. Berdana dan melayani Sang Guru dengan hormat dan rajin. Banyak cara untuk melayani Sang Guru, sehingga tidak dapat disebutkan semua.
48. Demikianlah Sabda Sang Buddha :"Berlindung kepada Guru, akan mendapatkan keberhasilan yang besar."
49. Bagi siswa yang baru berlindung, diharuskan membaca "Gurupancasika" agar tidak melanggar sila.
50. Setelah siswa menerima abhiseka perlindungan, kemudian diberikan pelajaran Tantra agar menjadi sadhana yang benar, juga harus mengajari "14 Sila Pokok Tantrayana", agar semua siswa baru dapat menjalankan semua sila dan menjadi pelaksana Vajrayana yang baik.
"Gurupancasika" ini adalah aturan yang harus dilaksanakan oleh semua Tantrika. Setelah saya memahami "Tata Krama Mengabdi pada Guru" ini, berusaha semaksimal mungkin mematuhinya, melayani dan berdana kepada Guru saya sendiri. Karena semua Dharma Tantra yang saya pelajari, kalau tanpa pewarisan dari Guru saya, bagaimana saya bisa mencapai kesempurnaan dalam sadhana?
Saat ini siswa saya bertambah banyak, di Seattle, panji Dharma telah ditingkatkan agar lebih sempurna. Diharapkan para siswa di seluruh dunia, bersama-sama mempelajari "Gurupancasika" ini, menghormati Sang Guru dan saudara se-Dharma, serta jangan sengaja melanggarnya, meski saya mengikuti kehendak siswa, tetapi Vajra Pelindung Dharma (Dharmapala) yang mengawasi dan melindungi siang dan malam. Barangsiapa yang sengaja melanggarnya, akan mendapatkan akibat buruk, saat itu, bahkan sayapun tidak dapat menolongnya.
(Sumber: Buku Lu Sheng-yen "Sadhaka Seattle" hal.91)
Sadhana Agung Raja Brahma
Intisari Ceramah pada Upacara Amitabha Musim Gugur Tahun 2011 Seattle Ling Shen Ching Tze Temple pada 27 Agustus 2011 di Maydenbaur Center
Pertama-tama sembah sujud pada guru silsilah Bhiksu Liaoming, Guru Sakya Dezhung, Gyalwa Karmapa XVI, Guru Thubten Dhargye, sembah sujud pada Triratna Mandala, juga sembah sujud pada adinata sadhana hari ini Namo Buddha Amitabha, kita sembah sujud pada yidam transmisi Dharma hari ini Raja Brahma. Gurudhara, Para Acarya, Dharmacarya, Lama, Pandita Dharmaduta, Pandita Lokapalasraya, ketua vihara, para umat se-Dharma, dan umat se-Dharma di internet, semua tamu agung yang kita agungkan, selamat siang semuanya.
Acara hari ini sangat panjang, kita secara singkat dan padat memperkenalkan yidam Raja Brahma ini. Ketika Buddha Sakyamuni mencapai pencerahan di bawah Pohon Bodhi, Ia tidak ingin menetap di dunia manusia, ingin sekali memasuki parinirvana, saat itu Raja Brahma dan Indra muncul, memohon Buddha Sakyamuni menetap di dunia memutar Dharmacakra. Brahma dan Indra inilah yang memohon Buddha Sakyamuni mewariskan Dharma di dunia, selanjutnya baru ada Agama Buddha. Brahma ini memohon Sang Buddha menetap di dunia mewariskan Dharma, sesosok Brahma yang berbudi pada insan.
Walaupun dalam Agama Buddha, Brahma hanya Dhyana pertama, berkisar antara surga pertama dan surga kedua dari Rupadhatu. Namun, di dalam Agama Hindu, Brahma sebenarnya adalah sesosok dewa yang paling tinggi, disebut juga Dewa Pencipta. Hindu ada 3 Mahadewa, satu adalah Dewa Pencipta -- Brahma, satu adalah Dewa Perusak -- Mahesvara, satu lagi adalah Dewa Pelindung -- Suddhâvāsa. Filsafat Agama Hindu justru mengatakan ketiga Mahadewa inilah yang sedang bersirkulasi, satu adalah "pencipta", satu adalah "perusak", satu lagi adalah "pelindung", ketiga Mahadewa inilah yang sedang berevolusi.
Dewa Pencipta, versi Agama Hindu dan Agama Buddha agak beda, di dalam Agama Hindu, Dewa Pencipta adalah dewa yang menciptakan seluruh langit bumi, alam semesta, dan seluruh umat manusia, kedudukan Brahma ini agak rahasia, Ia adalah Tuhan, Allah, boleh dikatakan adalah Tuhan yang dihormati dalam Agama Yahudi, Kristen, Katolik, Muslim, dan Ortodoks, Dewa Brahma sama dengan Tuhan.
Brahma sang Dewa Pencipta yang paling terhormat ini, menurut versi Hindu, asalkan Ia turun di dunia, menitis di dunia, Ia adalah raja, kaisar, presiden, perdana menteri, identitasnya sangat istimewa, asalkan Anda kontak yoga dalam menekuni Brahma, Anda pun bisa mendapatkan nama dan ketenaran, dengan kata lain, Brahma bisa menganugrahi Anda corak Dharma-Nya, corak ini adalah tongkat kekuasaan, di dunia ini pun, Anda menjadi raja dunia, yaitu Raja Cakravartin.
Identitas Brahma sangat banyak, Ia memiliki identitas yang sangat agung, sangat terhormat, Ia juga sangat rahasia, banyak orang tidak tahu siapa Ia sebenarnya? Ada seorang kehilangan kunci di taman, kunci yang sangat petning, ia mencari kuncinya. Tidak ditemukan, tiba-tiba bertemu sepasang kekasih, si pria pun bertanya pada si wanita, "Sebenarnya ini kepunyaan siapa? Orang yang kehilangan kunci pun mengira kepunyaannya, ia pun berteriak, "Punyaku! Punyaku!" Alhasil, pria itu melihat ia berlari menghampiri dan berkata, "Punyaku! Punyaku!" Lantas, meninjunya hingga babak belur, ternyata pria itu bertanya pada pacarnya, anak di dalam perutnya itu kepunyaan siapa, bukan kunci, inilah salah paham.
Banyak orang salah paham Brahma. Brahma yang tertinggi dalam Agama Hindu, ternyata identitas-Nya adalah Tuhan dalam semua agama di dunia, sebenarnya Indra Agama Buddha -- Indra dan Brahma, semua itu bersamaan. Brahma yang mahatinggi di dalam Agama Hindu, ternyata nama lain-Nya adalah Tuhan. Sebenarnya, agama dari setiap negara di dunia hanya beda lokasi, beda suku, sehingga ada perbedaan Tuhan, sebenarnya, semua adalah Brahma yang sama, inilah identitas-Nya yang sebenarnya. Kita jangan mengira-ngira siapa Ia, juga jangan tebak, di mata Mahaguru, Brahma sesungguhnya adalah Tuhan tertinggi dari agama berbagai negara di dunia.
Tadi malam, saya kurang tidur, tadi malam Brahma muncul, saya bicara lama sekali dengan Brahma, sehingga, kurang tidur. Ia berkata, "Jangan tebak siapa saya, tidak perlu tebak siapa saya, saya adalah Brahma, yaitu tuan rumah surga yang sesungguhnya di dunia ini; Tuhan dari seluruh alam semesta, seluruh umat manusia, dan segalanya." Nada bicaranya sama seperti Yesus, saya adalah "Tuhan, Tuhan Yesus", Saya adalah "Tuhan", Saya adalah "Allah", Saya adalah "Brahma", jangan tebak siapa Saya. Ada sepasang pengantin baru tiba-tiba menerima dua lembar tiket pertunjukan bioskop, di atasnya tertulis selembar memo -- "coba tebak siapa saya", sepasang suami istri ini tidak berhasil menebak siapa yang mengirim mereka tiket pertunjukan, waktu sudah tiba, mereka pun menonton film tersebut. Sehabis menonton film, sepulangnya, rumah baru mereka kemalingan, semua barang habis dipindah, semua barang baru hilang semua. Di atas meja ditinggal selembar memo yang bertuliskan, "Sekarang kalian sudah tahu siapa saya."
Brahma adalah Dewa Pencipta, menurut versi Agama Buddha, belum tentu bicara tentang penciptaan, selebihnya adalah penciptaan. Hanya Sastra Purusa dalam Agama Buddha yang bicara tentang dewa Prabhasvara, saat bumi terbentuk, Ia sampai di bumi, merasa benda di bumi sangat baik, alhasil Ia pun tidak terbang pulang, menjadi nenek moyang umat manusia, itulah versi Agama Buddha.
Sebenarnya, siapa Dewa Prabhasvara? Prabhasvara adalah Brahma, ada hubungannya dengan Brahma. Jadi, nenek moyang umat manusia adalah Dewa Prabhasvara, boleh dikatakan immigration, imigrasi, dari Surga Prabhasvara imigrasi ke bumi, tergolong Teori Imigrasi. Sekarang ada yang dinamakan teori penciptaan, umat manusia itu hasil penciptaan. Tapi, menurut Agama Buddha, tergolong Teori Imigrasi, imigrasi ke bumi. Semua Agama Hindu dan agama-agama lainnya, beberapa agama besar di dunia, semua adalah teori penciptaan.
Brahma adalah mahatinggi. Beruntunglah yang hadir hari ini dan menerima abhiseka ini, pertama, kelak Anda akan terkenal; kedua, Anda akan sangat terhormat; ketiga, Anda akan kaya raya. Jadi, kita kelak bereinkarnasi, asalkan Anda kontak yoga menekuni sadhana Brahma, Anda ingin datang ke dunia, Anda pun menjadi Obama, menjadi Bill Gates, Anda memiliki semua yang Anda inginkan, paling tidak Anda akan menjadi Dewa Saham Warren Buffet. Oleh karena itu, keagungan yidam yang satu ini adalah raja dunia, asalkan Ia bereinkarnasi, pastilah raja dunia.
Agama Buddha juga mengatakan, asalkan Brahma menitis di dunia, itulah Raja Cakravartin, yaitu raja yang paling agung di dunia manusia. Tadi, kita melihat sepasang suami istri diberkati, semoga mereka sangat mencintai dan harmonis, kelak akan kaya raya pula. Ada sebuah cerita lucu dari Chuan-feng Chen: ada seorang anggota penyelamat menikah, istrinya adalah orang yang diselamatkannya, lama-kelamaan cinta bersemi, keduanya sangat mencintai satu sama lain, lalu menikah. Temannya bertanya padanya, "Sebagai anggota penyelamat, Anda telah menikah, istri Anda adalah orang yang telah Anda selamatkan, apa kesan Anda?" Anggota penyelamat berkata, "Hidup istri saya sudah terapung, hidup saya justru tenggelam." Saya merestui sepasang suami istri yang baru menikah tadi, suaminya terapung, istri juga terapung, segera melahirkan anak, selamanya berbasuh dalam sungai cinta, langgeng sampai kakek nenek, jika tidak demikian, maka menjadi bhiksu/ni saja!
Mudra Brahma, tangan kiri diangkat, melewati pundak, ibu jari dan telunjuk membentuk sebuah lingkaran, mudra dibentuk seperti ini. Ia memiliki 4 lengan, masing-masing ada lambangnya, lambang-Nya ada satu tangan memegang panji titah, artinya Ia memiliki Dharmabala serba bisa, Dharmabala-Nya sangat kuat; ada satu tangan memegang Kitab Suci Buddha, artinya Ia sangat bijaksana; ada satu tangan memegang Dharma-sankha, artinya Ia memberkati insan; ada satu tangan memegang vidya-cakra, cakra terang, artinya tolak bala, menaklukkan mara, dan menghancurkan kerisauan; ada satu tangan memegang tongkat kekuasaan, artinya keberhasilan mahatinggi; satu tangan memegang ceret, artinya Anda memohon pada-Nya, Ia pun akan memberikan Anda kontak batin. Setelah kalian menerima abhiseka, pulang memohon pada-Nya, Ia pun memberikan kontak batin, Ia ada satu tangan memegang japamala, artinya 6 alam tumimbal lahir; satu tangan menekan dada, artinya melindungi seluruh insan, Dewa Pencipta juga melindungi semua insan.
Bagaimana menata altar? Altar Tantra, di luar persegi empat, di dalam bundar, agak mirip "langit bundar, bumi persegi empat" dalam filsafat China kita, langit itu bundar, bumi itu persegi empat, langit bundar, bumi persegi empat adalah cara penataan altar Tantra, di luar adalah persegi empat, namun, di dalam justru bundar, adinata di tengah adalah Brahma. Brahma menunggang kereta 7 ekor angsa putih, artinya Ia tergolong 7, Number Seven, apa artinya, setiap minggu ada 7 hari, ini adalah semacam sirkulasi, Tuhan menciptakan langt dan bumi total 7 hari, menciptakan 6 hari, hari ketujuh istirahat, Brahma tetap naik singgasana 7 ekor angsa putih. Kita mau memohon-Nya gampang sekali, dulu guru saya mengajarkan, Brahma duduk di tengah, di sekeliling-Nya ada 7 helai bulu angsa putih, kalian ingat, 7 helai bulu angsa putih, Anda boleh buat tanda, Hari Senin satu helai, Hari Selasa satu helai, Hari Rabu, Hari Kamis, Hari Jumat, Hari Sabtu, Hari Minggu, total 7 helai bulu, kelilingi Brahma. Setiap kali bersadhana, saat japa mantra-Nya, Anda pun ambil sehelai bulu dan japa mantra 108 kali, "Om. Mola. Han. Moni. Suoha." Japa mantra Brahma, pegang bulu putih, satu tangan membentuk mudra-Nya. Namun, satu tangan pegang bulu putih, bulu ini adalah bulu angsa putih. Kalian pulang jangan buru-buru, jangan melihat angsa putih lantas cabut bulunya, cukup bersihkan bulu putih yang jatuh, atau, begitu banyak orang berebutan, angsa putih akan menjerit kesakitan. Kita Zhenfo Zong ada 5 juta murid, begitu mendengar Sadhana ini, semua mengambil 7 helai bulu, di mana ada angsa putih, angsa putih pun celaka, bulu pun habis kalian cabut.
Tujuh helai bulu angsa putih ditancap di sekeliling Brahma, berarti mujur selama seminggu, sehari ambil sehelai dan japa, sehabis japa tancap kembali. Anda japa sampai ada kontak batin, merasakan kehadiran Brahma, bagaimana kehadirannya, yidam kebijaksanaan menjadi wujud Sambhogakaya, yaitu wujud Brahma, memasuki tubuh kita, kita pun kontak batin Brahma masuk ke dalam tubuh kita, disebut "kontak yoga", yaitu kotak yoga tubuh samaya. Tantra bicara perpaduan diriku dan yidam, yaitu Ia memasuki tubuh kita, kita memasuki tubuh-Nya, inilah tanda-tanda kontak yoga, Hari Senin kita menaruh bulu Hari Senin di dalam saku kita, jika kita keluar rumah, semua ucapan kita akan dipatuhi semua orang, semua permintaan akan terwujud, kita bawa bulu untuk berbisnis dengan orang lain, orang lain akan mematuhi kata-kata kita. Inilah bulu kemujuran, bulu sesuai kehendak. Hari Selasa kita bawa helai kedua yang telah ditandai bulu Hari Selasa, Hari Rabu bawa bulu ketiga, berturut-turut seminggu, semuanya mujur dan sesuai kehendak.
Yang terpenting dalam sadhana-Nya adalah 7 helai bulu angsa putih, penting sekali, Anda harus menekuni sampai kontak yoga, setelah itu, bawa bulu di tubuh maka akan mujur sekali. Selain itu, delapan pujana, bunga, dupa, pelita, teh, buah, semua ditaruh di keempat sisi-Nya, maka berubah menjadi sebuah altar mandala persegi empat. Di tengah Brahma berwajah 4 berlengan 8, sekeliling dikelilingi sebuah lingkaran, yaitu 7 helai bulu, one to seven, yaitu Hari Senin hingga Hari Minggu, bulu ditata dengan baik, di sekelilingnya ada bunga, dupa, pelita, teh, buah. Kita semua tahu Buddha 4 Wajah di Thailand, semua orang suka mempersembahkan bunga, sebenarnya, bunga, dupa, pelita, teh, buah itu sama. Altar mandala Tantra ditata, terakhir di luar adalah persegi empat, di dalam bundar, tata dengan baik altar ini, maka akan mujur dan sesuai kehendak, semua yang kita ucapkan adalah benar, yaitu kebenaran. Karena Brahma berkata "Saya adalah kebenaran, saya adalah cahaya, saya adalah pelita di depan kaki Anda, yaitu jalan", Yesus pernah berkata demikian, "Akulah kebenaran, cahaya, pelita di depan kakimu." Asalkan kita menekuni sampai kontak yoga, kita pun demikian, semua yang diucapkan adalah benar, tidak seperti kita saat bicara juga bisa salah bicara.
Ada seorang pria sangat pucat, temannya bertanya padanya, "Ada apa dengan Anda? Anda pucat sekali." Ia berkata, "Istri saya marah sekali, sehingga saya menjadi pucat." Temannya berkata, "Mengapa istri Anda marah?" "Karena saya salah bicara." "Apa yang Anda katakan?" "Karena istri saya sehabis dandan bertanya pada saya, "Bagaimana dandanan saya?" Saya pun menjawab, "Anda tidak beda jauh sebelum dan sesudah dandan." Istri sangat marah, suami tidak berdaya, bagaimana meredakan amarahnya, saya akhirnya terpikir, "Anda beda jauh sebelum dan sesudah dandan!" Istri lebih marah lagi." Numpang tanya hadirin, jika istri Anda bertanya pada Anda, bagaimana dandannya, bagaimana Anda menjawab, sebelum dandan dan sesudah dandan tidak jauh beda, juga tidak boleh, jauh beda juga tidak boleh. Namun, asalkan Anda kontak yoga dengan Brahma, ucapan yang keluar dari mulut Anda "tidak jauh beda", istri Anda pun tidak berani marah lagi, karena Anda adalah Brahma! Benar tidak.
Setelah kontak yoga dengan yidam yang satu ini, ucapan Anda semua orang harus patuh, semata-mata tongkat kekuasaan Anda di tangan Anda saja, sudah luar biasa, Anda juga sangat bijaksana, seorang anak laki-laki pulang dari ujian, hanya dapat nilai 20, ayahnya berkata, "Dapat nilai 20, saya akan pukul kamu 20 kali." Suatu hari, putranya pulang, ayahnya bertanya, "Berapa nilai ujian kamu?" "Kali ini tidak perlu pukul lagi, saya dapat nilai 0." Putranya adalah Brahma! Sangat bijaksana, nilai 0 maka tidak perlu dipukul lagi.
Brahma sangat bijaksana, ucapan yang keluar dari mulut-Nya melambangkan kebijaksanaan, Ia memiliki Dharmabala yang sangat besar. Mahaguru tiba di Amerika tahun 1980, begitu turun dari pesawat terbang, Mountain St.Helen meletus, begitu turun dari pesawat terbang, satu kaki menginjak Amerika, gunung berapi meletus; Mahaguru kali ini kembali, satu kaki menginjak tanah Amerika, wah! Bagian Timur Amerika gempa bumi. Di taiwan saya menyepi genap 3,5 tahun, selama 3,5 tahun itu, angin topan berubah haluan, tidak ada angin topan yang mendarat. Kali ini saya kembali ke Taiwan setahun lebih, juga tidak ada angin topan mendarat, tahun ini ada lebih dari 10 angin topan, semua berubah haluan, begitu kaki depan saya meninggalkan Taiwan, konon datang satu topan "Nanmadol", mengapa Taiwan ada peringatan topan, memangnya saya tidak ada, topan pun datang? Saya juga tidak mengerti.
Brahma melambangkan Dharmabala serba bisa, Ia melambangkan Dharmabala! "Apa yang terjadi dengan topan bagian Timur Amerika Serikat, memangnya Anda kembali, tidak mengubah haluan topan." Saya tinggal di bagian barat, maaf! Taiwan sangat kecil, lebih mudah dikendalikan. Amerika Serikat begitu besar, Washington saja sudah sebesar 6 kali Taiwan, mana ada Dharmabala serba bisa, saya tinggal di Bagian Barat, saya tidak peduli Bagian Timur, semoga bencana besar menjadi kecil, yang kecil dihilangkan, mohon Brahma jangan marah, bencana apapun, yang besar dikecilkan, yang kecil dihilangkan, kecilkan bencana, karena Brahma memiliki Dharmabala serba bisa, benar-benar sangat hebat. Mahaguru ada sedikit Dharmabala sudah lumayan, Ia memiliki Dharmabala serba bisa, jadi, seharusnya memohon Brahma, Ia bisa tolak bala, bisa menaklukkan mara, bisa menghancurkan kerisauan, doa pasti terkabulkan! Ia bawa ceret, doa pasti terkabulkan.
Xiaowang memungut sehelai sapu tangan, sapu tangan ini sangat harum, di atasnya tertulis Axiang, malah ada nomor telepon lagi, Xiaowang sudah berumur hampir 30-40 tahun, belum menikah, begitu ia melihat Axiang, ada nomor telepon lagi, "Benar-benar Brahma! Doa pasti terkabulkan." Secepatnya telepon, seorang anak perempuan angkat, "Siapa Anda?" "Saya cari Axiang." Ia berkata, "Ada! Ada! Anda tunggu sebentar", berhenti sebentar, terdengar ia berteriak, "Nenek, ada telepon untukmu....." doa memang terkabulkan! Hanya saja yang terkabulkan entah benar atau tidak.
Japamala melambangkan tumimbal lahir, mudra menekan dada melambangkan melindungi, Anda memberikan persembahan kepada Brahma, Ia tetap akan melindungi Anda, Dewa Pelindung seperti Suddhâvāsa, Ia juga bisa melindungi. Sebenarnya, ketiga Mahadewa India sangat dihormati orang-orang, Shiva, Ganesh, Brahma, semua memiliki fungsi melindungi, karena Anda telah namaskara pada Dewa Perusak, Ia juga membuat Anda tidak dirusak! Suddhâvāsa makin melindungi Anda, Brahma adalah Dewa Pencipta, akan makin melindungi Anda, Anda memang diciptakan oleh-Nya, Ia pasti akan melindungi Anda. Jadi, Brahma sangat agung, asalkan Anda naik ke Surga Brahma, atau Brahma turun ke dalam tubuh Anda, nama dan ketenaran Anda pun datang, kekayaan pun pasti akan datang, keagungan Anda pasti akan datang, semua doa Anda pun dapat terkabulkan. Kita tidak akan seperti Axiang, Axiang tetap seorang wanita yang sangat cantik, bukan nenek, kita telepon ke sana, pasti beautiful lady, wanita cantik, bukan nenek.
Mudra Brahma, ingat tangan kiri, ibu jari dan telunjuk membentuk sebuah lingkaran. Tangan Anda bawa bulu Hari Senin, maka japalah mantra Hari Senin. Sadhana, Anda boleh minta TBF kita menyusun tatacaranya, saat Hari Senin ambil bulu Hari Senin dan japa, setelah japa, taruh di saku Anda, saat bersadhana taruh di dalam saku Anda, perlahan-lahan seminggu demi seminggu bergilir, kontak batin dengan Brahma, mantra-Nya "Om. Mola. Han. Moni. Suoha." Japa 108 kali, saat memasuki samadhi, visualisasi Brahma, visualisasi Ia berwajah 4, berlengan 8, Anda dapat bervisualisasi panji titah, kitab Buddhis, Dharma-sankha, Vidya-cakra, tongkat kekuasaan, ceret, japamala di tangan-Nya dengan cermat, kemudian, visualisasi yidam kebijaksanaan-Nya berubah menjadi tubuh Sambhogakaya, kemudian memasuki tubuh Anda berubah menjadi tubuh Samaya, visualisasi memasuki samadhi seperti ini, visualisasi japa mantra memasuki samadhi, jika Anda menuruti prosedur demikian, setiap hari bawa sehelai bulu di tubuh, melambangkan keagungan Anda, begitu Anda bawa sehelai bulu keluar rumah, Anda pun mujur dan sesuai kehendak, semua orang yang melihat Anda pun harus membungkukkan badan.
Dengan adanya altar mandala, dengan adanya sadhana, kemudian Anda japa mantra, setelah abhiseka Brahma, Anda menjadi Allah yang paling terhormat, Tuhan yang agung, Brahma yang agung, sekian perkenalan dari saya. Om Mani Padme Hum.
Di ambil dari www.tbsn.org
Pertama-tama sembah sujud pada guru silsilah Bhiksu Liaoming, Guru Sakya Dezhung, Gyalwa Karmapa XVI, Guru Thubten Dhargye, sembah sujud pada Triratna Mandala, juga sembah sujud pada adinata sadhana hari ini Namo Buddha Amitabha, kita sembah sujud pada yidam transmisi Dharma hari ini Raja Brahma. Gurudhara, Para Acarya, Dharmacarya, Lama, Pandita Dharmaduta, Pandita Lokapalasraya, ketua vihara, para umat se-Dharma, dan umat se-Dharma di internet, semua tamu agung yang kita agungkan, selamat siang semuanya.
Acara hari ini sangat panjang, kita secara singkat dan padat memperkenalkan yidam Raja Brahma ini. Ketika Buddha Sakyamuni mencapai pencerahan di bawah Pohon Bodhi, Ia tidak ingin menetap di dunia manusia, ingin sekali memasuki parinirvana, saat itu Raja Brahma dan Indra muncul, memohon Buddha Sakyamuni menetap di dunia memutar Dharmacakra. Brahma dan Indra inilah yang memohon Buddha Sakyamuni mewariskan Dharma di dunia, selanjutnya baru ada Agama Buddha. Brahma ini memohon Sang Buddha menetap di dunia mewariskan Dharma, sesosok Brahma yang berbudi pada insan.
Walaupun dalam Agama Buddha, Brahma hanya Dhyana pertama, berkisar antara surga pertama dan surga kedua dari Rupadhatu. Namun, di dalam Agama Hindu, Brahma sebenarnya adalah sesosok dewa yang paling tinggi, disebut juga Dewa Pencipta. Hindu ada 3 Mahadewa, satu adalah Dewa Pencipta -- Brahma, satu adalah Dewa Perusak -- Mahesvara, satu lagi adalah Dewa Pelindung -- Suddhâvāsa. Filsafat Agama Hindu justru mengatakan ketiga Mahadewa inilah yang sedang bersirkulasi, satu adalah "pencipta", satu adalah "perusak", satu lagi adalah "pelindung", ketiga Mahadewa inilah yang sedang berevolusi.
Dewa Pencipta, versi Agama Hindu dan Agama Buddha agak beda, di dalam Agama Hindu, Dewa Pencipta adalah dewa yang menciptakan seluruh langit bumi, alam semesta, dan seluruh umat manusia, kedudukan Brahma ini agak rahasia, Ia adalah Tuhan, Allah, boleh dikatakan adalah Tuhan yang dihormati dalam Agama Yahudi, Kristen, Katolik, Muslim, dan Ortodoks, Dewa Brahma sama dengan Tuhan.
Brahma sang Dewa Pencipta yang paling terhormat ini, menurut versi Hindu, asalkan Ia turun di dunia, menitis di dunia, Ia adalah raja, kaisar, presiden, perdana menteri, identitasnya sangat istimewa, asalkan Anda kontak yoga dalam menekuni Brahma, Anda pun bisa mendapatkan nama dan ketenaran, dengan kata lain, Brahma bisa menganugrahi Anda corak Dharma-Nya, corak ini adalah tongkat kekuasaan, di dunia ini pun, Anda menjadi raja dunia, yaitu Raja Cakravartin.
Identitas Brahma sangat banyak, Ia memiliki identitas yang sangat agung, sangat terhormat, Ia juga sangat rahasia, banyak orang tidak tahu siapa Ia sebenarnya? Ada seorang kehilangan kunci di taman, kunci yang sangat petning, ia mencari kuncinya. Tidak ditemukan, tiba-tiba bertemu sepasang kekasih, si pria pun bertanya pada si wanita, "Sebenarnya ini kepunyaan siapa? Orang yang kehilangan kunci pun mengira kepunyaannya, ia pun berteriak, "Punyaku! Punyaku!" Alhasil, pria itu melihat ia berlari menghampiri dan berkata, "Punyaku! Punyaku!" Lantas, meninjunya hingga babak belur, ternyata pria itu bertanya pada pacarnya, anak di dalam perutnya itu kepunyaan siapa, bukan kunci, inilah salah paham.
Banyak orang salah paham Brahma. Brahma yang tertinggi dalam Agama Hindu, ternyata identitas-Nya adalah Tuhan dalam semua agama di dunia, sebenarnya Indra Agama Buddha -- Indra dan Brahma, semua itu bersamaan. Brahma yang mahatinggi di dalam Agama Hindu, ternyata nama lain-Nya adalah Tuhan. Sebenarnya, agama dari setiap negara di dunia hanya beda lokasi, beda suku, sehingga ada perbedaan Tuhan, sebenarnya, semua adalah Brahma yang sama, inilah identitas-Nya yang sebenarnya. Kita jangan mengira-ngira siapa Ia, juga jangan tebak, di mata Mahaguru, Brahma sesungguhnya adalah Tuhan tertinggi dari agama berbagai negara di dunia.
Tadi malam, saya kurang tidur, tadi malam Brahma muncul, saya bicara lama sekali dengan Brahma, sehingga, kurang tidur. Ia berkata, "Jangan tebak siapa saya, tidak perlu tebak siapa saya, saya adalah Brahma, yaitu tuan rumah surga yang sesungguhnya di dunia ini; Tuhan dari seluruh alam semesta, seluruh umat manusia, dan segalanya." Nada bicaranya sama seperti Yesus, saya adalah "Tuhan, Tuhan Yesus", Saya adalah "Tuhan", Saya adalah "Allah", Saya adalah "Brahma", jangan tebak siapa Saya. Ada sepasang pengantin baru tiba-tiba menerima dua lembar tiket pertunjukan bioskop, di atasnya tertulis selembar memo -- "coba tebak siapa saya", sepasang suami istri ini tidak berhasil menebak siapa yang mengirim mereka tiket pertunjukan, waktu sudah tiba, mereka pun menonton film tersebut. Sehabis menonton film, sepulangnya, rumah baru mereka kemalingan, semua barang habis dipindah, semua barang baru hilang semua. Di atas meja ditinggal selembar memo yang bertuliskan, "Sekarang kalian sudah tahu siapa saya."
Brahma adalah Dewa Pencipta, menurut versi Agama Buddha, belum tentu bicara tentang penciptaan, selebihnya adalah penciptaan. Hanya Sastra Purusa dalam Agama Buddha yang bicara tentang dewa Prabhasvara, saat bumi terbentuk, Ia sampai di bumi, merasa benda di bumi sangat baik, alhasil Ia pun tidak terbang pulang, menjadi nenek moyang umat manusia, itulah versi Agama Buddha.
Sebenarnya, siapa Dewa Prabhasvara? Prabhasvara adalah Brahma, ada hubungannya dengan Brahma. Jadi, nenek moyang umat manusia adalah Dewa Prabhasvara, boleh dikatakan immigration, imigrasi, dari Surga Prabhasvara imigrasi ke bumi, tergolong Teori Imigrasi. Sekarang ada yang dinamakan teori penciptaan, umat manusia itu hasil penciptaan. Tapi, menurut Agama Buddha, tergolong Teori Imigrasi, imigrasi ke bumi. Semua Agama Hindu dan agama-agama lainnya, beberapa agama besar di dunia, semua adalah teori penciptaan.
Brahma adalah mahatinggi. Beruntunglah yang hadir hari ini dan menerima abhiseka ini, pertama, kelak Anda akan terkenal; kedua, Anda akan sangat terhormat; ketiga, Anda akan kaya raya. Jadi, kita kelak bereinkarnasi, asalkan Anda kontak yoga menekuni sadhana Brahma, Anda ingin datang ke dunia, Anda pun menjadi Obama, menjadi Bill Gates, Anda memiliki semua yang Anda inginkan, paling tidak Anda akan menjadi Dewa Saham Warren Buffet. Oleh karena itu, keagungan yidam yang satu ini adalah raja dunia, asalkan Ia bereinkarnasi, pastilah raja dunia.
Agama Buddha juga mengatakan, asalkan Brahma menitis di dunia, itulah Raja Cakravartin, yaitu raja yang paling agung di dunia manusia. Tadi, kita melihat sepasang suami istri diberkati, semoga mereka sangat mencintai dan harmonis, kelak akan kaya raya pula. Ada sebuah cerita lucu dari Chuan-feng Chen: ada seorang anggota penyelamat menikah, istrinya adalah orang yang diselamatkannya, lama-kelamaan cinta bersemi, keduanya sangat mencintai satu sama lain, lalu menikah. Temannya bertanya padanya, "Sebagai anggota penyelamat, Anda telah menikah, istri Anda adalah orang yang telah Anda selamatkan, apa kesan Anda?" Anggota penyelamat berkata, "Hidup istri saya sudah terapung, hidup saya justru tenggelam." Saya merestui sepasang suami istri yang baru menikah tadi, suaminya terapung, istri juga terapung, segera melahirkan anak, selamanya berbasuh dalam sungai cinta, langgeng sampai kakek nenek, jika tidak demikian, maka menjadi bhiksu/ni saja!
Mudra Brahma, tangan kiri diangkat, melewati pundak, ibu jari dan telunjuk membentuk sebuah lingkaran, mudra dibentuk seperti ini. Ia memiliki 4 lengan, masing-masing ada lambangnya, lambang-Nya ada satu tangan memegang panji titah, artinya Ia memiliki Dharmabala serba bisa, Dharmabala-Nya sangat kuat; ada satu tangan memegang Kitab Suci Buddha, artinya Ia sangat bijaksana; ada satu tangan memegang Dharma-sankha, artinya Ia memberkati insan; ada satu tangan memegang vidya-cakra, cakra terang, artinya tolak bala, menaklukkan mara, dan menghancurkan kerisauan; ada satu tangan memegang tongkat kekuasaan, artinya keberhasilan mahatinggi; satu tangan memegang ceret, artinya Anda memohon pada-Nya, Ia pun akan memberikan Anda kontak batin. Setelah kalian menerima abhiseka, pulang memohon pada-Nya, Ia pun memberikan kontak batin, Ia ada satu tangan memegang japamala, artinya 6 alam tumimbal lahir; satu tangan menekan dada, artinya melindungi seluruh insan, Dewa Pencipta juga melindungi semua insan.
Bagaimana menata altar? Altar Tantra, di luar persegi empat, di dalam bundar, agak mirip "langit bundar, bumi persegi empat" dalam filsafat China kita, langit itu bundar, bumi itu persegi empat, langit bundar, bumi persegi empat adalah cara penataan altar Tantra, di luar adalah persegi empat, namun, di dalam justru bundar, adinata di tengah adalah Brahma. Brahma menunggang kereta 7 ekor angsa putih, artinya Ia tergolong 7, Number Seven, apa artinya, setiap minggu ada 7 hari, ini adalah semacam sirkulasi, Tuhan menciptakan langt dan bumi total 7 hari, menciptakan 6 hari, hari ketujuh istirahat, Brahma tetap naik singgasana 7 ekor angsa putih. Kita mau memohon-Nya gampang sekali, dulu guru saya mengajarkan, Brahma duduk di tengah, di sekeliling-Nya ada 7 helai bulu angsa putih, kalian ingat, 7 helai bulu angsa putih, Anda boleh buat tanda, Hari Senin satu helai, Hari Selasa satu helai, Hari Rabu, Hari Kamis, Hari Jumat, Hari Sabtu, Hari Minggu, total 7 helai bulu, kelilingi Brahma. Setiap kali bersadhana, saat japa mantra-Nya, Anda pun ambil sehelai bulu dan japa mantra 108 kali, "Om. Mola. Han. Moni. Suoha." Japa mantra Brahma, pegang bulu putih, satu tangan membentuk mudra-Nya. Namun, satu tangan pegang bulu putih, bulu ini adalah bulu angsa putih. Kalian pulang jangan buru-buru, jangan melihat angsa putih lantas cabut bulunya, cukup bersihkan bulu putih yang jatuh, atau, begitu banyak orang berebutan, angsa putih akan menjerit kesakitan. Kita Zhenfo Zong ada 5 juta murid, begitu mendengar Sadhana ini, semua mengambil 7 helai bulu, di mana ada angsa putih, angsa putih pun celaka, bulu pun habis kalian cabut.
Tujuh helai bulu angsa putih ditancap di sekeliling Brahma, berarti mujur selama seminggu, sehari ambil sehelai dan japa, sehabis japa tancap kembali. Anda japa sampai ada kontak batin, merasakan kehadiran Brahma, bagaimana kehadirannya, yidam kebijaksanaan menjadi wujud Sambhogakaya, yaitu wujud Brahma, memasuki tubuh kita, kita pun kontak batin Brahma masuk ke dalam tubuh kita, disebut "kontak yoga", yaitu kotak yoga tubuh samaya. Tantra bicara perpaduan diriku dan yidam, yaitu Ia memasuki tubuh kita, kita memasuki tubuh-Nya, inilah tanda-tanda kontak yoga, Hari Senin kita menaruh bulu Hari Senin di dalam saku kita, jika kita keluar rumah, semua ucapan kita akan dipatuhi semua orang, semua permintaan akan terwujud, kita bawa bulu untuk berbisnis dengan orang lain, orang lain akan mematuhi kata-kata kita. Inilah bulu kemujuran, bulu sesuai kehendak. Hari Selasa kita bawa helai kedua yang telah ditandai bulu Hari Selasa, Hari Rabu bawa bulu ketiga, berturut-turut seminggu, semuanya mujur dan sesuai kehendak.
Yang terpenting dalam sadhana-Nya adalah 7 helai bulu angsa putih, penting sekali, Anda harus menekuni sampai kontak yoga, setelah itu, bawa bulu di tubuh maka akan mujur sekali. Selain itu, delapan pujana, bunga, dupa, pelita, teh, buah, semua ditaruh di keempat sisi-Nya, maka berubah menjadi sebuah altar mandala persegi empat. Di tengah Brahma berwajah 4 berlengan 8, sekeliling dikelilingi sebuah lingkaran, yaitu 7 helai bulu, one to seven, yaitu Hari Senin hingga Hari Minggu, bulu ditata dengan baik, di sekelilingnya ada bunga, dupa, pelita, teh, buah. Kita semua tahu Buddha 4 Wajah di Thailand, semua orang suka mempersembahkan bunga, sebenarnya, bunga, dupa, pelita, teh, buah itu sama. Altar mandala Tantra ditata, terakhir di luar adalah persegi empat, di dalam bundar, tata dengan baik altar ini, maka akan mujur dan sesuai kehendak, semua yang kita ucapkan adalah benar, yaitu kebenaran. Karena Brahma berkata "Saya adalah kebenaran, saya adalah cahaya, saya adalah pelita di depan kaki Anda, yaitu jalan", Yesus pernah berkata demikian, "Akulah kebenaran, cahaya, pelita di depan kakimu." Asalkan kita menekuni sampai kontak yoga, kita pun demikian, semua yang diucapkan adalah benar, tidak seperti kita saat bicara juga bisa salah bicara.
Ada seorang pria sangat pucat, temannya bertanya padanya, "Ada apa dengan Anda? Anda pucat sekali." Ia berkata, "Istri saya marah sekali, sehingga saya menjadi pucat." Temannya berkata, "Mengapa istri Anda marah?" "Karena saya salah bicara." "Apa yang Anda katakan?" "Karena istri saya sehabis dandan bertanya pada saya, "Bagaimana dandanan saya?" Saya pun menjawab, "Anda tidak beda jauh sebelum dan sesudah dandan." Istri sangat marah, suami tidak berdaya, bagaimana meredakan amarahnya, saya akhirnya terpikir, "Anda beda jauh sebelum dan sesudah dandan!" Istri lebih marah lagi." Numpang tanya hadirin, jika istri Anda bertanya pada Anda, bagaimana dandannya, bagaimana Anda menjawab, sebelum dandan dan sesudah dandan tidak jauh beda, juga tidak boleh, jauh beda juga tidak boleh. Namun, asalkan Anda kontak yoga dengan Brahma, ucapan yang keluar dari mulut Anda "tidak jauh beda", istri Anda pun tidak berani marah lagi, karena Anda adalah Brahma! Benar tidak.
Setelah kontak yoga dengan yidam yang satu ini, ucapan Anda semua orang harus patuh, semata-mata tongkat kekuasaan Anda di tangan Anda saja, sudah luar biasa, Anda juga sangat bijaksana, seorang anak laki-laki pulang dari ujian, hanya dapat nilai 20, ayahnya berkata, "Dapat nilai 20, saya akan pukul kamu 20 kali." Suatu hari, putranya pulang, ayahnya bertanya, "Berapa nilai ujian kamu?" "Kali ini tidak perlu pukul lagi, saya dapat nilai 0." Putranya adalah Brahma! Sangat bijaksana, nilai 0 maka tidak perlu dipukul lagi.
Brahma sangat bijaksana, ucapan yang keluar dari mulut-Nya melambangkan kebijaksanaan, Ia memiliki Dharmabala yang sangat besar. Mahaguru tiba di Amerika tahun 1980, begitu turun dari pesawat terbang, Mountain St.Helen meletus, begitu turun dari pesawat terbang, satu kaki menginjak Amerika, gunung berapi meletus; Mahaguru kali ini kembali, satu kaki menginjak tanah Amerika, wah! Bagian Timur Amerika gempa bumi. Di taiwan saya menyepi genap 3,5 tahun, selama 3,5 tahun itu, angin topan berubah haluan, tidak ada angin topan yang mendarat. Kali ini saya kembali ke Taiwan setahun lebih, juga tidak ada angin topan mendarat, tahun ini ada lebih dari 10 angin topan, semua berubah haluan, begitu kaki depan saya meninggalkan Taiwan, konon datang satu topan "Nanmadol", mengapa Taiwan ada peringatan topan, memangnya saya tidak ada, topan pun datang? Saya juga tidak mengerti.
Brahma melambangkan Dharmabala serba bisa, Ia melambangkan Dharmabala! "Apa yang terjadi dengan topan bagian Timur Amerika Serikat, memangnya Anda kembali, tidak mengubah haluan topan." Saya tinggal di bagian barat, maaf! Taiwan sangat kecil, lebih mudah dikendalikan. Amerika Serikat begitu besar, Washington saja sudah sebesar 6 kali Taiwan, mana ada Dharmabala serba bisa, saya tinggal di Bagian Barat, saya tidak peduli Bagian Timur, semoga bencana besar menjadi kecil, yang kecil dihilangkan, mohon Brahma jangan marah, bencana apapun, yang besar dikecilkan, yang kecil dihilangkan, kecilkan bencana, karena Brahma memiliki Dharmabala serba bisa, benar-benar sangat hebat. Mahaguru ada sedikit Dharmabala sudah lumayan, Ia memiliki Dharmabala serba bisa, jadi, seharusnya memohon Brahma, Ia bisa tolak bala, bisa menaklukkan mara, bisa menghancurkan kerisauan, doa pasti terkabulkan! Ia bawa ceret, doa pasti terkabulkan.
Xiaowang memungut sehelai sapu tangan, sapu tangan ini sangat harum, di atasnya tertulis Axiang, malah ada nomor telepon lagi, Xiaowang sudah berumur hampir 30-40 tahun, belum menikah, begitu ia melihat Axiang, ada nomor telepon lagi, "Benar-benar Brahma! Doa pasti terkabulkan." Secepatnya telepon, seorang anak perempuan angkat, "Siapa Anda?" "Saya cari Axiang." Ia berkata, "Ada! Ada! Anda tunggu sebentar", berhenti sebentar, terdengar ia berteriak, "Nenek, ada telepon untukmu....." doa memang terkabulkan! Hanya saja yang terkabulkan entah benar atau tidak.
Japamala melambangkan tumimbal lahir, mudra menekan dada melambangkan melindungi, Anda memberikan persembahan kepada Brahma, Ia tetap akan melindungi Anda, Dewa Pelindung seperti Suddhâvāsa, Ia juga bisa melindungi. Sebenarnya, ketiga Mahadewa India sangat dihormati orang-orang, Shiva, Ganesh, Brahma, semua memiliki fungsi melindungi, karena Anda telah namaskara pada Dewa Perusak, Ia juga membuat Anda tidak dirusak! Suddhâvāsa makin melindungi Anda, Brahma adalah Dewa Pencipta, akan makin melindungi Anda, Anda memang diciptakan oleh-Nya, Ia pasti akan melindungi Anda. Jadi, Brahma sangat agung, asalkan Anda naik ke Surga Brahma, atau Brahma turun ke dalam tubuh Anda, nama dan ketenaran Anda pun datang, kekayaan pun pasti akan datang, keagungan Anda pasti akan datang, semua doa Anda pun dapat terkabulkan. Kita tidak akan seperti Axiang, Axiang tetap seorang wanita yang sangat cantik, bukan nenek, kita telepon ke sana, pasti beautiful lady, wanita cantik, bukan nenek.
Mudra Brahma, ingat tangan kiri, ibu jari dan telunjuk membentuk sebuah lingkaran. Tangan Anda bawa bulu Hari Senin, maka japalah mantra Hari Senin. Sadhana, Anda boleh minta TBF kita menyusun tatacaranya, saat Hari Senin ambil bulu Hari Senin dan japa, setelah japa, taruh di saku Anda, saat bersadhana taruh di dalam saku Anda, perlahan-lahan seminggu demi seminggu bergilir, kontak batin dengan Brahma, mantra-Nya "Om. Mola. Han. Moni. Suoha." Japa 108 kali, saat memasuki samadhi, visualisasi Brahma, visualisasi Ia berwajah 4, berlengan 8, Anda dapat bervisualisasi panji titah, kitab Buddhis, Dharma-sankha, Vidya-cakra, tongkat kekuasaan, ceret, japamala di tangan-Nya dengan cermat, kemudian, visualisasi yidam kebijaksanaan-Nya berubah menjadi tubuh Sambhogakaya, kemudian memasuki tubuh Anda berubah menjadi tubuh Samaya, visualisasi memasuki samadhi seperti ini, visualisasi japa mantra memasuki samadhi, jika Anda menuruti prosedur demikian, setiap hari bawa sehelai bulu di tubuh, melambangkan keagungan Anda, begitu Anda bawa sehelai bulu keluar rumah, Anda pun mujur dan sesuai kehendak, semua orang yang melihat Anda pun harus membungkukkan badan.
Dengan adanya altar mandala, dengan adanya sadhana, kemudian Anda japa mantra, setelah abhiseka Brahma, Anda menjadi Allah yang paling terhormat, Tuhan yang agung, Brahma yang agung, sekian perkenalan dari saya. Om Mani Padme Hum.
Di ambil dari www.tbsn.org
Langganan:
Postingan (Atom)